Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelangkaan dan kenaikan tarif kontainer yang secara gradual terjadi sejak masa pandemi covid-19 masih membuat cemas pelaku usaha. Kondisi ini dikhawatirkan bisa mengganggu laju barang ekspor dan impor Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menilai, persoalan ini tidak mudah untuk diurai. Meski terjadi kelangkaan, namun memperbanyak produksi kontainer pun tidak secara otomatis menuntaskan persoalan.
Sebab, kondisi ini terjadi karena pandemi telah menggoyahkan titik equilibrium antara supply dan demand di negara-negara eksportir maupun importir. Alhasil, kelangkaan dan naiknya tarif kontainer tidak sekadar persoalan kekurangan jumlah unit, melainkan terganjalnya rantai supply dan demand secara global.
"Karena covid, banyak industri yang stop, sehingga tidak terjadi perputaran kontainer, itu yang menyebabkan kelangkaan. Jadi produksi kontainer bukan berarti mengatasi kelangkaan, karena beda manajemennya," kata Mahendra saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (30/8).
Baca Juga: Aseibsindo: Kenaikan tarif kontainer pengaruhi harga barang
Dia memberikan gambaran, negara-negara produsen dari Asia seperti China, Jepang dan Korea Selatan mengirim produk untuk diekspor ke berbagai negara seperti di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia. Nah, ketika sampai di negara tujuan itu, arus kontainer terhenti atau berjalan lamban lantaran tak banyak produk yang bisa kembali diangkut.
"Karena kan bisnis transportasi ini berangkat dan pulang itu berbiaya. Kalau lanjut, nanti di sana ada muatan lagi nggak? Artinya dihitung setiap perjalanan ada pengganti biayanya, antara penjualan dan cost," terang Mahendra.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan, kondisi ini hanya terjadi pada ekspor-impor dari produk-produk yang memakai kontainer. Sedangkan untuk komoditas yang banyak diekspor dari Indonesia seperti batubara, mineral, kelapa sawit (CPO) relatif tak terkendala karena berbeda karakteristik pengangkutannya.
"Kalau barang yang cair dan curah seperti batubara, CPO, crude oil, itu kan kapal-kapal charter. Sekali jalan, jadi nggak ada masalah. Ada 10.000 ton, 100.000 ton angkut, tergantung jenis kapalnya," imbuhnya.
Cerita berbeda juga bisa terjadi seandainya rantai supply dan demand tidak terputus. Misalnya dalam hal bahan untuk obat-obatan. Lantaran supply dan demand masih bergerak, maka arus barang menjadi lebih lancar. Bahkan untuk produk yang penting seperti itu, sekalipun tidak ada kontainer maka bisa disiasati dengan pengiman udara.
"Jadi ini kan semua kayak timbangan. Ketika timbangan berat di sana, ya nggak balik. Equilibrium dari supply dan demand itu yang menyebabkan tarif menjadi turun dan stabil," jelas Mahendra.
Bagaimana dengan pengangkutan dalam negeri? mengenai hal ini, Mahendra menerangkan bahwa semestinya kelangkaan dan kenaikan tarif kontainer di jalur ekspor-impor internasional tidak berdampak terhadap pergerakan kontainer domestik. Sebab, manajemen kontainer diatur secara terpisah untuk domestik dan internasional.
Faktor lainnya, kondisi arus barang di Indonesia sejak dulu masih relatif sama. Produksi atau arus barang industri secara signifikan berasal dari Jawa. Sebaliknya, belum ada industri yang signifikan untuk mendatangkan produk ke Jawa. "Jadi situasi Domestik dan internasional beda, dari dulu sudah pincang, supply dan demand-nya nggak seimbang. jadinya mahal," sebut Mahendra.
Di sisi lain, mengenai biaya logistik, pemerintah diminta untuk jeli dan melihat secara holistic. Misalnya, kenaikan tarif tol di tengah kondisi pandemi justru menambah beban dari segi biaya transportasi.
Alih-alih menaikkan tarif tol, dia melihat perlu ada dukungan insentif untuk kendaraan-kendaraan logistik. Misalnya dengan memperpanjang tenor dari 5 tahun menjadi 10 tahun sehingga cicilan bisa turun, serta adanya penurunan bunga kredit.
"Sekarang kemampuan pabrik untuk beroperasi menjaga volume produksi saja berat, jadi jangan lagi dibebankan dengan biaya-biaya tambahan. Itu kalau kita mau membuat roda ekonomi berputar lagi," pungkas Mahendra.
Selanjutnya: Kelangkaan kontainer secara global masih terjadi, begini kata INSA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News