kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini penjelasan Kementerian ESDM soal logam tanah jarang


Rabu, 30 Desember 2020 / 06:05 WIB
Begini penjelasan Kementerian ESDM soal logam tanah jarang

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan logam tanah jarang (LTJ) alias rare earth element (REE) bakal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Nantinya, LTJ tak lagi sebagai radio aktif, namun masuk ke dalam golongan mineral logam yang dapat diusahakan.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menjelaskan, penggolongan mineral radioaktif mengacu pada unsur utama radioaktif seperti pada uranium dan torium. Lalu, perubahan terdapat pada monasit yang tidak lagi dikelompokkan sebagai mineral radioaktif.

"Karena monasit bukan mineral utama pembawa unsur radioaktif, tetapi pembawa utama mineral logam tanah jarang sehingga dikelompokkan pada golongan mineral logam," kata Yunus kepada Kontan.co.id, Selasa (29/12).

Dengan perubahan tersebut, apabila terdapat badan usaha yang akan mengusahakan monasit untuk memproduksi logam tanah jarang, maka hanya memerlukan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Sedangkan apabila dalam proses ekstraksi logam tanah jarang menghasilkan produk samping hasil olahan berupa uranium dan torium maka pengelolaannya dilaksanakan oleh instansi berwenang dalam hal ini Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan/atau Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

Baca Juga: Ini kata MIND ID terkait logam tanah jarang tak lagi masuk radio aktif di PP Minerba

Yunus menerangkan, untuk 17 unsur logam tanah jarang meliputi scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y), disimpilfikasi dalam satu kelompok yaitu mineral logam tanah jarang yang termasuk dalam komoditas mineral logam. 

"Karena umumnya mineral pembawa unsur tanah jarang tidak hanya berasosiasi dengan satu unsur mineral tanah jarang sehingga pengusahaannya akan lebih efisien jika disimplifikasi dalam satu kelompok komoditas yaitu logam tanah jarang," pungkas Yunus.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebelumnya menyampaikan, dengan masuknya tanah jarang ke dalam golongan mineral logam, maka pengusahaan wilayahnya dilakukan melalui sistem lelang. Pengaturan terkait pengusahaan tanah jarang ini telah masuk di dalam Rancangan PP tentang pengusahaan minerba.

"Proyeksi ke depannya, LTJ akan diusahakan dan pengurusan perizinannya berada di bawah Kementerian ESDM," kata Ridwan kepada Kontan.co.id, Senin (28/12).

Staff Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arief menambahkan, LTJ di Indonesia cukup potensial. Salah satunya yang berasal komoditas timah. 

Konsentrat timah yang diolah mengandung monasit, lalu rare earth carbonite yang bisa diolah menjadi rare earth oxidate hingga rare earth metal. "REE yang ada itu, komposisinya baik di tailling timah, yang dikerek setelah processing timah itu terdapat elemen-elemen ini, paling tidak tercatat 9 rare earth mineral," jelas dia.

Namun, pengembangan rare earth ini bukan tanpa kendala. Irwandy membeberkan sejumlah tantangan. Pertama, dari akurasi tingkat cadangan dan sumber daya yang perlu dipastikan lagi jumlah dan kecukupan nya.

Kedua, perlu dilakukan eksplorasi lanjutan yang juga mempertimbangkan aspek bisnis model pengusahaannya. Ketiga, memastikan teknologi yang pas untuk mengolah konten yang terdapat unsur radio aktif.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto bilang, pihaknya memang sedang melakukan kajian terkait potensi LTJ. Tak hanya dari tingkat cadangan, namun juga menyangkut aspek keekonomian saat diproses.

Kata dia, pemerintah pun menampung masukan dari sejumlah pihak. "Ada beberapa masukan potensi cukup besar. Ada riset lain yang menyebutkan ini pengembangan masih agak sulit. Perlu disikapi secara hati-hati oleh pemerintah terkait LTJ," kata Septian.

Baca Juga: Pengaturan baru logam tanah jarang di PP Minerba direspons positif

Namun, pihaknya optimistis bahwa potensi LTJ di Indonesia cukup melimpah. Sebab, LTJ sebagai mineral ikutan terdapat di sejumlah komoditas tambang, seperti timah, nikel dan bauksit. Menurut Septian, pengembangan LTJ di Indonesia akan sejalan dengan kewajiban peningkatan nilai tambah atau hilirisasi mineral di dalam negeri.

"Dengan mendorong hilirisasi di dalam negeri saya pikir kita bisa melihat seberapa besar potensinya. Karena kalau kita cuman ekspor bahan mentah, kita nggak tahu, ini sebenarnya yang di dapat di sana (negara lain) bisa jadi apa saja," pungkas Septian.

Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Badan Geologi sudah melakukan eksplorasi di sejumlah daerah. Kegiatan eksplorasi tersebut dikerjakan dalam beberapa tahun terakhir di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. 

Berdasarkan data yang terhimpun hingga tahun 2019, tergambar sumber daya hipotetik di sejumlah pulau tersebut.

Sumber daya hipotetik di Sumatra sekitar 23 juta ton dengan tipe endapan LTJ Laterit, beserta 5 juta ton LTJ dengan tipe tailings. Sedangkan di Kalimantan, sumber daya hipotetik LTJ sekitar 7 juta ton dengan tipe tailings dan di Sulawesi sekitar 1,5 juta ton dengan tipe laterit.  Namun, untuk memastikan akurasi cadangan dari sumber daya hipotetik dan tereka tersebut, masih perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut.

Selanjutnya: Tak lagi masuk radio aktif, PP Minerba atur pengusahaan mineral Logam Tanah Jarang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×