Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Sejumlah analis menilai dominasi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dalam perputaran jual beli emas domestik berpotensi semakin besar setelah pemerintah menerapkan Bea Keluar (BK) emas mulai awal 2026. Kebijakan yang ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini dinilai akan mengalihkan arus penjualan emas dari ekspor ke pasar dalam negeri.
Pengamat pasar komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, penguatan peran Antam bahkan cenderung menuju monopoli dinilai relevan untuk sementara waktu, guna memenuhi kebutuhan emas nasional yang terus meningkat.
Hal ini, menurut Ibrahim, sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat inflasi year-on-year (yoy) Oktober 2025 sebesar 2,86%, dengan inflasi bulanan (month-to-month) mencapai 0,28%. Kondisi inflasi tersebut mendorong minat masyarakat terhadap emas sebagai safe haven atau aset lindung nilai.
“Monopoli itu memang harus dilakukan untuk saat ini. Kebutuhan emas dalam negeri besar, sementara masyarakat semakin condong membeli logam mulia karena inflasi. Masalahnya justru pasokan emas di pasar domestik terbatas,” ujar Ibrahim.
Ia menjelaskan, pengenaan BK emas akan mendorong penambang menjual emas di dalam negeri, terutama jika tarif pajak ekspor mencapai 15%–20%.
Baca Juga: Review Penjualan Mobil Listrik Indonesia Nov 2025: Siapa Juara? Cek Harga Terbaru
“Dengan pajak setinggi itu, lebih menguntungkan menjual di dalam negeri melalui kerja sama dengan Antam. Di sisi lain, Antam tidak perlu lagi mengimpor emas dari luar,” tambahnya.
Padahal, Indonesia tercatat sebagai pemilik cadangan emas terbesar keempat di dunia, dengan estimasi 3.600–3.800 ton bijih emas. Namun ironisnya, pasar domestik masih mengalami kekurangan pasokan.
Sementara itu, Analis komoditas sekaligus Founder Traderindo, Wahyu Laksono, menilai kekhawatiran atas dominasi Antam cukup beralasan. Hal ini mengingat Antam merupakan BUMN dengan kapasitas refinery berskala besar dan telah mengantongi sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA).
“Jika Antam menjadi satu-satunya entitas refinery bersertifikasi LBMA, penambang akan ‘terpaksa’ menjual atau memurnikan emasnya di sana. Meski demikian, kini mulai muncul refinery swasta yang juga mengejar sertifikasi serupa,” jelas Wahyu.
Menurutnya, terpusatnya penjualan emas ke Antam berpotensi menguntungkan konsumen karena pasokan domestik meningkat dan premi harga emas lokal terhadap harga global bisa mengecil.
Tonton: DKI Distribusikan 1,4 Ton Cabai Berkualitas Asal Aceh, Dijual di Bawah Harga Pasaran
Namun di sisi lain, kondisi tersebut dapat menekan penambang karena daya tawar melemah akibat terbatasnya pembeli di dalam negeri.
“Harga beli di tingkat penambang bisa berada di bawah harga pasar internasional, dan Antam akan mendominasi sebagai off-taker utama,” katanya.
Risiko lainnya adalah potensi oversupply apabila kapasitas serap industri perhiasan dan investasi domestik tidak sebanding dengan produksi penambang, sehingga harga emas lokal bisa terdiskon dibanding harga global.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, penerapan BK emas akan membantu meredakan ketatnya pasokan domestik, meski dampaknya terhadap harga relatif terbatas.
“Saya kira pasokan domestik akan lebih lega, tapi dampaknya ke harga tidak terlalu besar,” ujarnya.
Dengan harga emas global yang kembali naik mendekati US$ 4.400–US$ 4.500 per troy ons, Lukman memproyeksikan harga emas sepanjang 2026 bergerak di kisaran tersebut. Bahkan, sebagian analis memproyeksikan harga emas berpotensi menembus US$ 5.000.
Ketua Badan Kejuruan Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menambahkan, dominasi Antam juga dipengaruhi jumlah refinery emas nasional.
“Selain Antam, UBS Gold juga memiliki fasilitas produksi sendiri. Namun Antam melalui unit Logam Mulia tetap menjadi produsen terbesar dan membutuhkan pasokan bahan baku yang sangat besar,” jelas Rizal.
Tonton: Libur Nataru: Kunjungan Wisatawan ke Yogyakarta Membludak, Bali Sepi
Ia menegaskan, tingginya harga emas global serta pengenaan BK akan membuat penambang lebih berhitung dalam menentukan pasar penjualan.
“Dengan bea keluar 15%, pengusaha tambang emas harus benar-benar menghitung apakah lebih menguntungkan ekspor atau menjual di dalam negeri,” tutupnya.
Kesimpulan
Penerapan Bea Keluar emas mulai 2026 diproyeksikan mengalihkan penjualan emas dari ekspor ke pasar domestik dan memperkuat posisi Antam sebagai off-taker utama. Kebijakan ini berpotensi memperbaiki pasokan emas dalam negeri di tengah tingginya minat masyarakat akibat inflasi dan tren harga emas global yang masih tinggi. Namun, dominasi Antam juga menyimpan risiko pelemahan daya tawar penambang, potensi distorsi harga lokal, serta ancaman oversupply jika kapasitas serap industri domestik tidak seimbang. Karena itu, efektivitas Bea Keluar emas akan sangat bergantung pada keseimbangan antara penguatan pasokan, struktur pasar yang sehat, dan perlindungan kepentingan penambang.
Selanjutnya: UMP 2026 Wajib Diumumkan Hari ini, Cek KHL 38 Provinsi, KHL Yogya Jauh Di Atas UMP
Menarik Dibaca: Ini Dia, Tiga Persoalan Gigi Ini Paling Sering Ditemui oleh Dokter Gigi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













