kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.950   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Banyak kendala, proyek pembangkit 35.000 MW dinilai sulit terealisasi sesuai rencana


Kamis, 21 Januari 2021 / 07:05 WIB
Banyak kendala, proyek pembangkit 35.000 MW dinilai sulit terealisasi sesuai rencana

Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, jumlah proyek pembangkit 35.000 MW yang belum masuk masa konstruksi cukup besar. Pengerjaan proyek ini berpotensi tertunda lebih lanjut, bahkan berhenti dengan mempertimbangkan kondisi sistem PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang berpotensi mengalami kelebihan pasokan.

“Potensi oversuplai bisa terjadi khususnya di sistem Jamali hingga 2025 mendatang, karena rendahnya laju pertumbuhan permintaan,” ungkap dia, hari ini.

Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah segera mengkoreksi peraturan presiden (Perpres) terkait penugasan kepada PLN untuk proyek pembangkit 35.000 MW. Salah satunya dengan membatalkan sisa kapasitas pembangkit yang belum dibangun dan disubtitusi melalui pembangkit EBT.

Hal ini dinilai memberi manfaat bagi PLN karena bisa mengurangi beban perusahaan tersebut dan menurunkan risiko kelebihan pasokan serta membantu PLN mencapai target bauran EBT sebanyak 23% di tahun 2025 nanti.

Menurut Fabby, potensi kelebihan pasokan memang cukup besar dan bisa mencapai 40%--50%. Penyebab utamanya adalah mismatch antara proyeksi permintaan listrik dan realisasi konsumsi listrik.

Dalam hal ini, ketika proyek pembangkit 35.000 MW direncanakan, pemerintah mencanangkan target pertumbuhan ekonomi 7% sehingga untuk itu perlu ditopang dengan pertumbuhan listrik sekitar 7,5%--8% per tahun. Ditambah lagi, saat itu Indonesia masih mengalami kondisi kurang pasok di beberapa sistem.

“Jadi, di 2014 itu kebutuhan kapasitas pembangkit baru diperkirakan sekitar 25 GW—35 GW,” ucap Fabby.

Namun, dalam perjalanannya, pertumbuhan ekonomi di rentang 2015—2019 rata-rata hanya 5% dan pertumbuhan listrik di kisaran 4,5% atau jauh dari proyeksi yang dipakai dalam perencanaan. Alhasil, kelebihan pasokan tak terhindarkan. Belum lagi, terdapat pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi turun, termasuk pertumbuhan konsumsi listrik.

“Dalam tiga tahun ke depan, perkiraan pertumbuhan listrik mungkin di kisaran 4% per tahun sambil menunggu pemulihan ekonomi dan masuknya investasi baru pasca pandemi,” tandas dia.

Selanjutnya: Pemerintah siap kerjasamakan pengembangan lapangan migas dengan Pertamina

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

×