Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melalui Keputusan Deputi Gubernur BI Nomor 23/1/KEP.DpG/2021 tentang penetapan skema harga merchant discount rate (MDR) dalam pemrosesan transaksi uang elektronik chip based sepakat untuk menentukan besaran MDR untuk reguler sebesar 0,5%.
Sementara untuk transaksi government to people (G2P) seperti bantuan sosial (bansos), people to government (P2G) antara lain pajak, paspor dan donasi sosial sebesar 0%.
Adapun, distribusi skema harga MDR untuk transaksi uang elektronik chip based seluruhnya menjadi pendapatan acquirer yang dalam hal ini merupakan penerbit uang elektronik chip based.
Baca Juga: BRI bidik pertumbuhan transaksi kartu kredit dobel digit pada tahun 2021
Secara sederhana, bank bakal mendapatkan pendapatan dari transaksi uang elektronik berbasis chip atau kartu. Saat ini, terdapat empat kartu uang elektronik yang diterbitkan bank yakni e-money Bank Mandiri, Flazz BCA, TapCash BNI dan Brizzi milik Bank BRI.
Keputusan yang ditandatangani oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng tanggal 19 Februari 2021. Adapun, keputusan bank sentral ini sejatinya sudah mulai diberlakukan pada tanggal 1 Maret 2021.
"Transaksi pembayaran menggunakan uang elektronik chip based memerlukan kejelasan besaran skema harga MDR guna mendorong efisiensi, dengan tetap memperhatikan sustainabilitas dari industri maupun ekosistem non tunai, serta mendukung pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital," tulis BI dalam surat keputusan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (11/3).
Baca Juga: Pengecualian pajak BPKH akan mendorong likuiditas bank syariah
Sebagai pengingat, sejatinya rencana itu sudah digaungkan oleh pelaku usaha sejak beberapa bulan terakhir.
Selama ini, penerbit uang elektronik berbasis kartu seperti PT Bank Mandiri Tbk (e-money), PT Bank Central Asia Tbk (Flazz), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Brizzi) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (TapCash) memang hanya mendapatkan pendapatan dari dana menganggur (floating money) saldo uang elektronik. Kemudian komisi isi ulang saldo, dan penjualan kartu.
Penerbit kartu uang elektronik memang bisa menempatkan floating money maksimum 70% pada instrumen surat berharga. Nah, dengan adanya aturan ini maka penerbit atau acquirer bisa memperoleh pendapatan atau fee based baru.
Dalam artikel yang dimuat Kontan.co.id awal beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pembayaran Indonesia (ASPI) Djamin Nainggolan memang sejatinya bank penerbit terus mengeluarkan biaya infrastrukturnya melalui kocek pribadi perusahaan alias mandiri.
Baca Juga: Ekonomi mulai pulih, BNI berharap outstanding kartu kredit bisa tumbuh pada 2021
"Misalnya untuk membangun kanal isi ulang, swithing, issuer, mesin isi ulang, koneksi sistem. Dengan skema pendapatan dari top up dan loating money biaya operasional bank tidak tertutupi," katanya.
Sebelumnya, ASPI memang pernah mengusulkan tarif MDR sebesar 0,7-1%. Ini merupakan hitung-hitungan ASPI yang dimungkinkan bisa menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan penerbit.
Namun, BI sebagai regulator sistem pembayaran juga pernah mengatakan di awal tahun akan menetapkan MDR uang elektronik berbasis chip sebesar 0,5%-0,6%.
Selanjutnya: Setahun pandemi, bank pertahankan bunga kartu kredit sesuai aturan BI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News