kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

AS gelar serangan udara militer pertama di bawah Pemerintahan Biden, siapa targetnya?


Jumat, 26 Februari 2021 / 13:02 WIB
AS gelar serangan udara militer pertama di bawah Pemerintahan Biden, siapa targetnya?
ILUSTRASI. AS telah mengizinkan serangan udara di Suriah, yang mereka yakini menghantam gedung milisi terkait Iran. REUTERS/Kevin Lamarque

Sumber: Express.co.uk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Amerika Serikat menggelar operasi serangan udara militer pertama di bawah Pemerintahan Joe Biden.

Dua pejabat AS mengklaim, Washington telah mengizinkan serangan udara di Suriah, yang mereka yakini menghantam gedung milisi terkait Iran.

Menurut kedua pejabat itu, serangan udara itu dilakukan pada hari Kamis (25/2/2021) dan mengenai struktur milik milisi yang didukung Iran. Sumber tersebut juga mengatakan kepada Reuters bahwa Presiden AS Joe Biden mengizinkan serangan di Suriah.

Pejabat lain, berbicara kepada Politico, mengatakan serangan itu dimaksudkan untuk merusak kemampuan kelompok milisi untuk melakukan serangan di masa depan.

Margaret Brennan, seorang koresponden CBS, juga mengatakan serangan itu dilakukan sebagai tanggapan atas serangan roket baru-baru ini di lokasi di Irak di mana tentara dan kontraktor AS berada.

Baca Juga: Netanyahu: Agar Iran tidak punya senjata nuklir, Israel bakal lakukan segala cara

Laporan lain dari Suriah menunjukkan ada ledakan di dekat Al-Bukamal, sebuah kota di provinsi Deir-ez-Zor dekat perbatasan dengan Irak.

Departemen Pertahanan AS mengkonfirmasi terjadinya serangan itu. Pentagon juga memberikan konfirmasi bahwa Biden memerintahkan serangan itu.

"Atas arahan Presiden Biden, pasukan militer AS tadi malam melakukan serangan udara terhadap kelompok-kelompok di Suriah timur. Serangan ini diizinkan sebagai tanggapan atas serangan baru-baru ini terhadap personel Amerika dan Koalisi di Irak, dan atas ancaman yang sedang berlangsung terhadap personel tersebut," jelas Pentagon seperti yang dikutip Express.co.uk.

Baca Juga: Ancaman Iran: Teheran dapat memperkaya uranium hingga kemurnian 60% jika diperlukan

Pentagon menyoroti bahwa serangan itu, yang digambarkan sebagai tanggapan militer yang proporsional, dilakukan bersama dengan langkah-langkah diplomatik, termasuk dengan berkonsultasi dengan mitra Koalisi. 

"Operasi tersebut mengirimkan pesan yang tidak ambigu: Presiden Biden akan bertindak untuk melindungi personel Amerika dan Koalisi. Pada saat yang sama, kami telah bertindak dengan sengaja yang bertujuan untuk mengurangi situasi keseluruhan di Suriah timur dan Irak," tambah Pentagon.

Serangan tersebut terjadi sebagai tanggapan nyata atas tiga serangan roket terpisah terhadap tentara AS yang ditempatkan di Irak.

Pekan lalu, milisi Awliyaa al-Dam yang didukung Iran, mengaku bertanggung jawab atas serangan di pangkalan udara AS di Irak.

Express.co.uk memberitakan, empat belas roket ditembakkan ke pangkalan udara yang menampung pasukan AS di Bandara Internasional Erbil, menewaskan seorang kontraktor dan menyebabkan sembilan lainnya terluka.

Serangan lain menghantam pangkalan yang menampung pasukan AS di utara Baghdad beberapa hari kemudian, melukai setidaknya satu kontraktor.

Baca Juga: AS buka peluang diskusi dengan Iran demi kembali ke kesepakatan nuklir

Roket menghantam Zona Hijau Baghdad pada hari Senin yang menampung kedutaan AS dan misi diplomatik lainnya.

Pemerintah Irak sedang melakukan penyelidikannya sendiri atas serangan Erbil 15 Februari.

Biden sebelumnya mengindikasikan AS akan berusaha untuk memulai kembali kesepakatan nuklir mereka dengan Iran, setelah Presiden sebelumnya Donald Trump mundur dari perjanjian pada 2018.

Baca Juga: Biden akhirnya menghubungi Netanyahu, bicarakan Palestina hingga ancaman Iran

Rencana Aksi Komprehensif Bersama 2015, yang ditandatangani oleh AS dan Iran bersama dengan lima kekuatan dunia lainnya, membatasi pengayaan uranium Teheran hingga 3,67%.

Namun, Presiden AS bersikeras dia tidak akan kembali mengadakan pembicaraan dengan Iran kecuali mereka setuju untuk memberlakukan kembali pembatasan pengayaan uranium.

"Iranlah yang sekarang terisolasi secara diplomatis, bukan Amerika Serikat, dan bola ada di pengadilan mereka," jelas Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan berkata kepada CBS pada minggu ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×