Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
Untuk mendukung bisnis ANJT di 2022, Lucas mengatakan, pihaknya akan melanjutkan program-program yang sejalan dengan aspek ESG untuk mendukung strategi pertumbuhan di masa depan.
Program tersebut antara lain penanaman kembali di perkebunan di Pulau Belitung dan perkebunan Sumatera Utara 1, pembangunan infrastruktur di perkebunan Papua Barat dan pembangunan pabrik pupuk organik (kompos) di perkebunan Kalimantan Barat mengikuti program yang telah diterapkan di Pulau Belitung dan perkebunan Sumatera Utara 2.
"Anggaran belanja modal pada tahun 2022 adalah sebesar US$ 49 juta yang bersumber dari dana internal dari hasil operasi dan dana pinjaman bank," kata Lucas.
Selain tantangan dari iklim, pada 17 Maret 2022, pemerintah mencabut peraturan terkait Kebijakan domestic market obligation (DMO) dan market price obligation (DPO) Minyak sawit lalu menggantinya dengan menaikkan pungutan ekspor dan bea keluar menjadi US$ 675/MT, naik signifikan dari sebelumnya sebesar US$ 375/MT.
Peningkatan pungutan ekspor dan bea keluar tersebut menurut Lucas akan berpengaruh terhadap peningkatan beban penjualan yang tentunya akan menggerus margin di tahun 2022. Namun dia menegaskan, ANJT akan terus mendukung program pemerintah untuk menstabilkan harga komoditas dan kebutuhan pokok dalam negeri.
Lucas menambahkan, capaian kinerja yang positif di tahun 2021 dan strategi pertumbuhan yang ANJT terapkan dengan menjunjung prinsip ESG belum mencerminkan nilai wajar valuasi saham ANJT di pasar modal.
Sebagai informasi, saat ini saham ANJT diperdagangkan pada PER 6.2 kali dan PBV 0.6 kali. Lucas menilai, secara valuasi nilai saham ANJT masih di bawah nilai wajarnya dan harga saham ANJT masih relatif lebih murah jika dibandingkan dengan peers di sektor kelapa sawit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News