Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyodorkan usulan penerapan alternative minimum tax (AMT) untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi meskipun kondisinya sedang rugi.
Berdasarkan paparan rapat kerja (raker) antara Menteri Keuangan (Menkeu) dan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (31/5), AMT ditujukan bagi wajib pajak badan dengan pajak penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum.
Sri Mulyani bilang, rencana tersebut akan dibahas dalam Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Pajak DPR RI. Namun di lain kesempatan, saat raker Kemenkeu dengan Komisi XI akhir bulan lalu, Sri Mulyani mengatakan, AMT merupakan bagian dari reformasi perpajakan di tahun depan.
Skema pungutan pajak korporasi tersebut merupakan respons pemerintah atas celah yang dimanfaatkan wajib pajak badan untuk melakukan penghindaran pajak. “Kita akan melakukan anternative minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan,” kata Sri Mulyani, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani beberkan beberapa risiko penghambat pemulihan ekonomi, apa saja?
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, kebijakan AMT perlu diterapkan di Indonesia. Sebab di era globalisasi, banyak terjadi praktik penghindaran perpajakan terutama dari para korporasi multinasional.
Misalnya pada tahun 2016, saat itu pemerintah melaporkan sekitar 2.000 penanaman modal asing (PMA) tidak membayar pajak dalam sepuluh tahun terakhir. Alasannya, perusahaan tersebut terus merugi.
“Kan aneh juga, 10 tahun rugi terus tapi kok tetap beroperasi? ini indikasi kuat akan adanya praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (2/5).
Sejalan dengan rencana pemerintah, beberapa lembaga internasional banyak memberikan opsi untuk menangkal praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif, salah satunya dari International Monetary Fund (IMF).
IMF merekomendasikan kebijakan AMT, terutama bagi negara-negara berkembang. Diusulkan dikenakan tarif 1% dari peredaran usaha. Fajry menilai, tarif tersebut pas diterapkan di Indonesia.
Berkaca pada negara/yurisdiksi lainnya, Fajry mengatakan AMT telah berhasil dilaksanakan. “Negara yang mengimplementasikan kebijakan ini juga sudah banyak, dari negar maju seperti Amerika Serikat, Kanada, belgia, sampai negara berkembang seperti India, Pakistan,” ujar Fajry.
Selanjutnya: Mau dapat insentif pajak tahun depan? Ini kata Sri Mulyani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News