kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren naik, ada 571 perkara PKPU yang masuk hingga pertengahan November


Senin, 23 November 2020 / 06:00 WIB
Tren naik, ada 571 perkara PKPU yang masuk hingga pertengahan November

Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang Januari 2020 hingga pertengahan November 2020, jumlah perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tercatat meningkat dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Mengutip data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dari 5 pengadilan niaga (PN) yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Semarang, PN Surabaya dan PN Makassar, tren kasus PKPU tercatat meningkat.

Jika pada Januari 2019 hingga pertengahan November 2019 terdapat 379 perkara PKPU. Sedangkan, pada Januari 2020 hingga pertengahan November 2020 terdapat 571 perkara PKPU.

Baca Juga: Digugat PKPU, ini kata Kresna Life

Sementara, perkara kepailitan pada Januari 2019 hingga pertengahan November 2019 sebanyak 116 perkara kepailitan. Sedangkan, pada Januari 2020 hingga pertengahan November 2020 sebanyak 96 perkara kepailitan.

Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan, krisis perusahaan yang terjadi akibat dampak pandemi covid-19 yang menyebabkan tren kasus PKPU naik.  

Akan tetapi juga bisa menimpa perusahaan besar. Hal ini karena aktivitas bisnis perusahaan tidak bisa berjalan normal. Sekalipun pemerintah telah berusaha melonggarkan PSBB agar roda ekonomi dapat bergerak.

“Naiknya permohonan PKPU saat ini adalah karena krisis ekonomi akibat pandemi covid-19,” kata Hendra ketika dihubungi, Minggu (22/11).

Hendra menyebut, banyaknya permohonan PKPU dibanding kepailitan karena para kreditur memahami bahwa memberikan kesempatan kepada debitur untuk merestrukturisasi utang lebih baik daripada menjatuhkan "vonis mati" melalui pailit.

Sebab, sering setelah pemberesan aset, ternyata ditemukan aset likuid debitur hanya sedikit dibandingkan tagihan atau sebagian besar sudah menjadi jaminan ke pihak lain seperti misalnya bank.

Ia menilai, diberikannya kesempatan debitur untuk merestrukturisasi utangnya maka diharapkan memberikan mereka kesempatan bernapas dan akan pulih kembali setelah pandemi teratasi. Dengan begitu, kemungkinan kreditur akan memperoleh piutang mereka semakin membesar.

Hendra mengatakan, permohonan pailit biasanya diajukan kreditur yang sudah tidak melihat harapan kepada debitur sehingga memberikan "vonis mati" kepada mereka.

Berdasarkan vonis bahwa debitur telah insolvensi, para kreditur tadi bisa mencoret tagihan kepada debitur dari pembukuan mereka.

“Jadi mau PKPU atau pailit akan terpulang kepada tujuan akhir dari kreditur pemohon itu sendiri,” terang dia.

Baca Juga: Nasabah Kresna Life Kembali Ajukan Gugatan PKPU

Lebih lanjut Hendra mengatakan, kemungkinan permohonan PKPU akan bertambah di sisa tahun 2020, meski tidak akan banyak. Hal ini karena banyak perusahaan lebih konsentrasi menyelesaikan pembukuan akhir tahun mereka.

Akan tetapi, Ia menilai, permohonan PKPU pada tahun 2021 akan terus bertambah karena pandemi tidak kunjung selesai. Bahkan kemungkinan peningkatan klaster pilkada baru akan ketahuan.

Belum lagi pemerintah memutuskan memperbolehkan sekolah dan universitas dibuka kembali sehingga dimungkinkan muncul klaster universitas dan sekolah.

“Karena pandemi ini tidak kunjung selesai akibat kebijakan setengah matang dari pemerintah maka ekonomi juga sulit membaik. Memburuknya ekonomi berhubungan erat dengan naiknya permohonan PKPU terhadap debitur,” tutur Hendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×