Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - ZURICH. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan negara-negara menerbitkan "paspor kekebalan" bagi mereka yang telah pulih dari COVID-19
Tetapi, WHO sedang mencari jalan untuk menerapkan sertifikat elektronik untuk vaksinasi terhadap virus corona baru seperti yang sedang Estonia kembangkan.
Estonia dan WHO pada Oktober lalu memulai proyek percontohan untuk sertifikat vaksin virus corona digital, sebuah “kartu kuning pintar”, untuk digunakan pada akhirnya dalam pelacakan data perawatan kesehatan.
Sekaligus, untuk memperkuat inisiatif COVAX yang mendapat dukungan WHO untuk meningkatkan vaksinasi di negara-negara berkembang.
Baca Juga: IBM: Peretas menargetkan perusahaan distribusi vaksin virus corona
Realitas vaksinasi semakin berkembang, sejak Inggris pada Rabu (2/12) menyetujui vaksin virus corona buatan Pfizer dan BioNTech.
Sementara perusahaan lain, Moderna dan AstraZeneca, telah mengirimkan data hasil uji coba vaksin mereka yang positif untuk mendapatkan persetujuan penggunaan darurat.
Tes antigen cepat kurang sesuai
“Kami mencermati penggunaan teknologi dalam penanggulangan COVID-19 ini, salah satunya adalah bagaimana kami dapat bekerja sama dengan negara anggota menuju sertifikat vaksinasi elektronik,” kata Siddhartha Datta, Manajer Program WHO untuk Eropa, Kamis (3/12), seperti dikutip Reuters.
Dia memperingatkan, inisiatif teknologi apa pun tidak boleh membuat negara kewalahan di tengah respons pandemi, harus mematuhi berbagai undang-undang dan memastikan layanan lintas batas yang mulus.
Misalnya, beberapa aplikasi pelacakan Covid-19 nasional tidak berfungsi di luar negeri.
Baca Juga: Putin perintahkan vaksinasi massal virus corona di Rusia mulai pekan depan
Catherine Smallwood, Pejabat Darurat Senior WHO untuk Eropa, mengatakan, lembaganya berpegang teguh pada pedoman untuk tidak menggunakan paspor kekebalan sebagai bagian dari tawaran untuk melanjutkan perjalanan lintas batas.
"Kami tidak merekomendasikan paspor kekebalan, kami juga tidak merekomendasikan pengujian sebagai sarana untuk mencegah penularan lintas batas," kata Smallwood, mendesak negara-negara untuk mendasarkan panduan perjalanan pada data transmisi Covid-19.
Smallwood menambahkan, tes antigen cepat, yang digunakan oleh beberapa maskapai untuk menguji penumpang yang naik atau turun dari penerbangan, mungkin "kurang sesuai" untuk perjalanan internasional.
Tes antigen kurang akurat dibandingkan dengan PCR molekuler, sehingga beberapa orang mungkin lolos dari celah ini.
Selanjutnya: Rekor tertinggi bulanan, kasus virus corona global November mencapai 17,3 juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News