kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak hanya stimulus di sisi pasokan, dunia usaha juga butuh dorongan permintaan


Jumat, 13 Agustus 2021 / 06:55 WIB
Tak hanya stimulus di sisi pasokan, dunia usaha juga butuh dorongan permintaan

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona membuat korporasi masih tertekan hingga saat ini. Padahal dari sisi permodalan dalam perbankan melimpah ruah. Meski pemerintah telah mendorong ekonomi korporasi dari sisi pasokan, tanpa penguatan permintaan, dunia usaha bakal tetap kesulitan.

Data Kementerian Keuangan mencatatkan pertumbuhan kredit pada Juni 2021 tumbuh tipis yakni hanya 0,52% year on year (yoy). Padahal, dana pihak ketiga (DPK) naik 10,95% yoy pada paruh pertama tahun ini.

Kondisi kredit yang mandek tersebut, membuat perbankan yang masih hobi beli obligasi pemerintah. Data Kemenkeu menunjukkan kepemilikan bank dalam surat berharga negara (SBN) mencapai 25,28% dari SBN yang telah diterbitkan pemerintah per Juni 2021.

Posisi tersebut memposisikan bank berada di peringkat pertama dalam kepemilikan SBN, diikuti Bank Indonesia 23,05%, non residen 22,82%, asuransi dan dana pensiun 14,25%, dan lainnya 14,6%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) terus berkomitmen untuk mendorong permodalan dunia usaha melalui masing-masing kebijakan otoritas.

Baca Juga: Restrukturisasi kredit diusulkan diperpanjang hingga Maret 2023, ini tanggapan BNI

Misalnya BI melalui kebijakan moneternya, telah menurukan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan yang menurun sebesar 169 basis poin sejak Mei 2020, menjadi 8,86% pada Mei 2021. Sejalan, LPS sudah menurunkan 25 bps terhadap tingkat suku bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum untuk rupiah mejadi 4% pada Mei lalu.

Sementara itu, OJK memastikan akan memperpanjang ketentuan restrukturisasi kredit modal kerja sebagaimana Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48 Tahun 2020 dari yang tadinya berakhir pada Maret 2022. 

Keringanan ini bertujuan untuk tetap menjaga cashflow perusahaan agar tetap sehat selama proses pemulihan ekonomi.

Kemudian, Kemenkeu dengan kebijakan fiskalnya telah memberikan penjaminan kredit modal hingga 100% untuk pengajuan modal kerja hingga Rp 10 triliun. Stimulus ini merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021.

Sri Mulyani menyampaikan hingga awal Agustus 2021, realisasi penjaminan kredit korporasi telah disalurkan sebesar Rp 71,06 miliar dari total kredit korporasi yang tercatat mencapai Rp 1,74 triliun.

Lebih lanjut, dana tersebut telah memberikan penjaminan kredit kepada 18 korporasi secara berurutan terbanyak berasal dari sektor manufaktur 10 perusahaan, akomodasi 3 perusahaan, konstruksi 2 perusahaan, pertanian 1 perusahaan, perdagangan 1 perusahaan, sisanya berasal dari sektor lainnya.

“Masalah penyaluran kredit ini KSSK melakukan analisa makro sektoral, yakni pertumbuhan kredit sampai kepada sektor-sektor yang kreditnya meningkat-menurun, debitur-per-debitur, sektor per-sub-sektor. Sehingga bisa melihat persoalannya pada sisi demand atau di sisi supply,” kata Sri Mulyani.

Kendati demikian, Sri Mulyani menyampaikan KSSK berharap sejalan dengan pemulihan ekonomi kondisi korporasi akan membaik. “Yang pasokan sudah dijamin oleh KSSK likuiditas cukup, tapi permintaan perlu kita lihat secara detail. Namun masalahnya tidak selalu di bank, namun di sisi permintaannya juga,” ujar Menkeu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan kebijakan KSSK untuk membantu dunia usaha sudah cukup tepat. 

Tapi, Hariyadi menilai eksekusi pelaksanaan di lapangan masih terlalu rigit. Sehingga, stimulus dari sisi supply tidak berjalan efektif.

Makanya Hariyadi tak heran hanya ada sedikit perusahaan yang mendapatkan penjaminan kredit modal kerja. 
Padahal, saat stimulus tersebut diluncurkan sejak tahun lalu, pemerintah menargetkan bisa menjamin kredit dunia usaha di massa pandemi dengan total prediksi hingga Rp 100 triliun pinjaman.

Baca Juga: Bank Sulselbar dorong pertumbuhan kredit hingga 9% sampai akhir tahun 2021

“Dalam arti kata si penjamin ini melihat risiko pada usahanya bagaimana, prosepek debitur seperti apa? Jadi intinya persyaratan saat ini cocok dlaam situasi normal artinya masih melakukan assement begitu ketat, padahal harusnya permudah karena pandemi,” kata Hariyadi kepada Kontan.co.id, Kamis (12/8).

Hariyadi menambahkan tak hanya lembaga yang ditunjuk sebagai penjamin seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), perbankan sebagai pemilik modal cenderung memiliki keraguan kepada debitur korporasi. Karena risiko kredit macet.

Dari sisi permintaan, Hariyadi menilai sebetulnya kondisi saat ini daya beli masyarakat terbatas akibat penanganan pandemi yang mengharuskan pemerintah memperketat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga sekarang. Cara ini membuat confidence masyarakat menengah-atas tertahan.

Dengan kondisi dunia usaha yang masih terganjal dampak pandemi virus corona, Apindo menilai pada kuartal III-2021 ekonomi hanya tumbuh 2% year on year (yoy) dan kuartal IV-2021 tumbuh 5% yoy. Catatannya, pada periode Oktober-Desember 2021 pemerintah tak aktivitas ekonomi bisa berjalan normal.

Selanjutnya: Terapkan prokes dengan apik, kinerja industri komestik tetap ciamik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×