Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan rencana kebijakan tersebut telah mempertimbangkan berbagai aspek di antaranya aspek ability to pay dan aspek keadilan. Hal ini sejalan dengan asas gotong royong yang merupakan prinsip dari kehidupan bernegara di Indonesia.
“Kami sampaikan bahwa pengenaan tarif PPh OP atas lapisan tertentu sebesar 35% serta skema multi tarif dalam UU PPN merupakan bagian dari RUU KUP yang masih menunggu pembahasan,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Jumat (11/6).
Neilmaldrin menambahkan agar menutup peluang adanya penghindaran pajak oleh para WP HWI, pihaknya hingga saat ini terus melakukan penguatan aturan dan sistem perpajakan, sumber daya manusia (SDM), serta sistem informasi dan teknologi melalui reformasi perpajakan.
Baca Juga: Bambang Soesatyo minta pemerintah kaji kembali rencana pengenaan PPN sembako
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar setuju dengan adanya rencana lapisan PPh OP baru dengan tarif pajak 35%. "Penambah jumlah bracket menjadi sebuah keharusan, baik dari segi keadilan maupun untuk optimalisasi. Kalau kita berbicara timing, justru ini waktu yang tepat,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan dalam hal perluasan objek PPN di sektor pendidikan sudah cukup adil.
Sekolah internasional misalnya yang dengan biaya Rp 300 juta per semester maka dikenakan tarif normal sebesar 12% sejalan dengan rencana kenaikan tarif normal.
“Berartikan hanya bertambah Rp 36 juta, karena orang yang menyekolahkan anaknya dengan biaya tersebut tentu orang kaya/super kaya. Jadi sesuai dengan asas ability to pay,” kata Prianto.
Selanjutnya: Alumni peserta tax amnesty akan diuntungkan program pengampunan pajak tahun 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News