Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Meski dibahas dalam suasana pandemi, pemerintah tidak mengalihkan adanya kebutuhan jangka menengah panjang untuk membangun sebuah tata perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
Reformasi perpajakan yang menjadi semangat pembentukan RUU KUP, merupakan bentuk respon untuk menghadapi tantangan dalam mendorong pemulihan ekonomi, kesinambungan fiskal, dan mewujudkan kemandirian bangsa.
Baca Juga: Sri Mulyani bakal cabut insentif PPh final UKM dengan omzet kurang dari Rp 50 miliar
“Basis perpajakan kita harus makin diperluas dan kepatuhan wajib pajak harus juga ditingkatkan. Ini di dalam rangka kita untuk mendukung tujuan meningkatkan penerimaan perpajakan untuk meningkatkan kapasitas fiskal. Sekali lagi fiskal adalah instrumen yang luar biasa penting untuk mencapai tujuan bernegara,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Senin (28/6).
Kebutuhan mereformasi kebijakan dan administrasi perpajakan dari sisi KUP, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, dan pajak karbon untuk merefleksikan prinsip-prinsip keadilan dan menciptakan kepastian hukum.
Materi KUP meliputi asistensi penagihan pajak global yakni kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum, tindak lanjut putusan mutual agreement procedure, penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, dan PTE, program peningkatan kepatuhan wajib pajak, serta penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remedium.