kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal penghapusan alternative minimum tax di RUU HPP, ini kata pengamat pajak


Rabu, 06 Oktober 2021 / 05:15 WIB
Soal penghapusan alternative minimum tax di RUU HPP, ini kata pengamat pajak

Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ketentuan  alternative minimum tax (AMT) atau pajak penghasilan minimum dihapus dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

Skema pungutan pajak korporasi tersebut merupakan respons pemerintah atas celah yang dimanfaatkan wajib pajak badan untuk melakukan penghindaran pajak. Pemerintah mengusulkan AMT atau mengenakan tarif pajak minimum sebesar 1% atas peredaran bruto atas wajib pajak badan yang melaporkan rugi secara artifisial.

Terkait penghapusan AMT tersebut, pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, international tax avoidance atau penghindaran pajak lintas yurisdiksi merupakan salah satu isu global yang selama satu dekade terakhir menjadi agenda pajak, baik dalam lingkup tiap negara maupun dalam rangka koordinasi antarnegara.

Baca Juga: Kemenkeu: Hingga Agustus, restitusi pajak meningkat jadi Rp 144,02 triliun

Hal ini karena international tax avoidance dilakukan dengan memanfaatkan celah hukum serta ketidakselarasan sistem pajak antar negara. Dia mengatakan, praktik ini dilakukan perusahaan multinasional yang umumnya beroperasi dan melakukan aktivitas ekonomi lintas yurisdiksi.

Selain itu, dengan model bisnis global, perusahaan multinasional bisa melakukan pengalihan laba yang berdampak pada skema kerugian (laba rendah) di entitas yang beroperasi di negara dengan tarif pajak tinggi dan menghasilkan laba tinggi pada entitas yang beroperasi di negara dengan tarif pajak rendah.

“Dalam skala global, kerja sama telah dilakukan melalui proyek base erosion and profit shifting (BEPS) yang diinisiasi oleh OECD dan G20. Tujuannya untuk secara bersama-sama memerangi penghindaran pajak melalui suatu koordinasi serta merilis panduan ketentuan anti penghindaran pajak yang bisa diterima secara internasional,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Selasa (5/10).

Menurutnya, dalam konteks setiap negara, ketentuan anti penghindaran pajak umumnya dikategorikan dalam dua jenis yaitu general anti-avoidance rule (GAAR) dan specific anti avoidance rule (SAAR).

“Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif dalam memerangi penghindaran pajak, semisal melalui ketemtuan transfer pricing, anti treaty abuse, dan lainnya, “ imbuh Bawono. 

Selanjutnya: Jelang dibawa ke paripurna DPR, alternative minimum tax dihapus dalam RUU HPP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×