kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal aturan royalti lagu dan musik, PHRI: Seharusnya ada klasifikasi jenis hotel


Kamis, 15 April 2021 / 11:10 WIB
Soal aturan royalti lagu dan musik, PHRI: Seharusnya ada klasifikasi jenis hotel

Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, mengatakan pihaknya tidak keberatan terhadap pungutan royalti lagu dan musik.

Maulana menyatakan, pungutan tersebut sudah berjalan setelah ada kesepakatan dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pada 2016 silam. "Untuk pembayaran royalti hotel, kami sudah sepakati skema pembayaran dan nominalnya. Untuk restoran memang masih kami bicarakan dan diskusikan secara internal," ujarnya saat dihubungi Kontan, Rabu (14/4).

Sebagai informasi, ketentuan baru mengenai royalti yang diterbitkan pemerintah, tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Beleid tersebut diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 30 Maret 2021 dan merupakan aturan turunan dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Maulana menambahkan, sejak ada kesepakatan di 2016, praktis pembayaran royalti atas penggunaan lagu dan musik sudah dilakukan ke LMKN.

Baca Juga: PHRI berharap okupansi hotel di Jakarta tumbuh hingga 30% saat libur lebaran nanti

Namun demikian, aturan baru ini justru membuat pengusaha hotel keberatan. Sebab, PP 56 menempatkan hotel dan restoran memiliki nilai komersil yang sama dengan layanan publik seperti karaoke sampai konser musik. Padahal, kata Maulana, penggunaan musik di hotel hanya opsional saja, tidak seperti karaoke yang memang menggali pendapatan dari keberadaan musik.

Ia berkata, jika ketentuan ini berjalan, konsekuensi yang mungkin bisa muncul adalah pembayaran royalti selama ini oleh pengusaha hotel dan restoran akan naik dibandingkan kesepakatan dengan LMKN tahun 2016.

Dalam aturan terbaru, tertulis untuk hotel non berbintang dengan jumlah kamar di atas 60 kamar dikenakan Rp1 juta per tahun. Lalu, untuk hotel berbintang dengan jumlah 1 sampai 50 kamar dikenakan biaya pungutan royalti sebanyak Rp2 juta per tahun sedangkan jumlah kamar 51 sampai 100 kamar dikenakan Rp4 juta per tahun.

Ia menyatakan jumlah pungutan yang telah dilaksanakan sejak 2016 sebenarnya tidak jauh berbeda, namun ketiadaan klasifikasi jenis hotel yang jelas akan menyebabkan perubahan harga. Jika itu terjdi, PHRI akan berbicara dengan pihak terkait.

"Seharusnya ada klasifikasi yang jelas, tidak bisa disamaratakan seperti itu. Selain itu, kebijakan ini belum familiar di masyarakat sehingga banyak yang kaget. Pemerintah harus menjembatani hal ini dengan aturan dan skema yang clear," kata dia.

Selanjutnya: Penerapan royalti musik, Aprindo: Bisa menjadi tambahan beban biaya operasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×