Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Intraco Penta Tbk bersiap memperbaiki kinerja bottom line. Emiten berkode saham INTA itu berharap bisa menekan kerugian bersih secara signifikan pada tahun ini dan membukukan laba bersih pada tahun 2022 mendatang.
INTA sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk mendukung tujuan tersebut, termasuk di antaranya mengoptimalisasi aset-aset yang kurang produktif atau aset non inti (non core asset) untuk pelunasan sebagian utang sebagian utang PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN), anak usaha INTA yang bergerak di jasa pembiayaan.
Asal tahu, menurut catatan manajemen, total utang IBFN saat ini mendekati Rp 1 triliun. Total utang tersebut berasal dari beberapa kreditur yang meliputi sejumlah bank BUMN dan lembaga keuangan asing.
Baca Juga: INTA Ungkit Penjualan Alat Berat Tahun Ini
Direktur Utama INTA, Petrus Halim mengatakan, optimalisasi aset non inti untuk melunasi sebagian utang dilakukan dengan cara menjual ataupun menyewakan aset-aset yang masuk ke dalam kategori ini.
Dana yang diperoleh selanjutnya bakal digunakan untuk melunasi sebagian utang IBFN yang ada saat ini, sedang sisanya akan direstrukturisasi dan dicicil sesuai kurun waktu yang disepakati kelak dengan pihak kreditur. Di samping itu, pemotongan berbagai biaya jujga terus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi biaya operasional.
“Dengan beban bunga yang menurun dan beban operasi yang menurun, kita harapkan kita kembali kepada profitability, posisi kembali untung, ini yang menjadi strategi besar kita,” ujar Petrus dalam sesi paparan publik yang disiarkan virtual, Rabu (30/6).
Sebagai pengingat, mengutip laporan keuangan tahunan perusahaan, INTA membukukan rugi bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 854,23 miliar di tahun 2020, naik dari rugi bersih tahun 2019 yang Rp 440, 52 miliar di tahun 2019.
Rugi bersih yang membengkak tersebut didapat seiring dengan pendapatan perusahaan yang menurun 65,30% secara tahunan dari semula Rp 1,96 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 681,10 miliar di tahun 2020. Kondisi-kondisi ini, dalam catatan INTA, tidak terlepas dari kondisi pandemi yang mengganggu jalannya dunia usaha khususnya di industri alat berat & pembiayaan.
Di tahun 2021, INTA lebih optimistis dalam memandang prospek bisnis. Tidak tanggung-tanggung, INTA tahun ini menargetkan pertumbuhan top line 10%-15% dibanding realisasi tahun lalu.
Optimisme ini berdasar pada sejumlah hal termasuk di antaranya kondisi permintaan alat berat yang membaik seiring membaiknya harga berbagai komoditas seperti misalnya batubara. Asal tahu, saat ini sektor pertambangan berbagai komoditas seperti batubara, nikel, emas,dan bauksit memang memiliki kontribusi paling besar dalam bisnis alat berat/alat konstruksi dan pendukung INTA.
“Harga komoditas sangat impact terhadap penjualan alat berat. Dengan kenaikan harga batubara di atas 100 dolar saja itu sudah menaikkan permintaan luar biasa,” ujar Direktur INTA, Eddy Rodianto pada sesi acara yang sama.
Permintaan alat berat yang mendaki juga dijumpai pada sektor non tambang. TMenurut catatan INTA, permintaan alat berat di luar sektor tambang pada kuartal I 2021 tumbuh sebesar 40%-43% dibanding periode sama tahun lalu. Sejalan dengan hal ini, INTA berstrategi memacu diversifikasi usaha alat berat ke sektor non tambang seperti konstruksi, pertanian, kehutanan, dan lain-lain pada tahun ini.
Di sisi lain, INTA juga berpotensi mengantongi pendapatan dari penjualan listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pada 27 Juli 2020 lalu, PLTU berkapasitas 2x100 MW perusahaan yang berlokasi di Bengkulu sudah mencapai Commercial Operation Date (COD) setelah melewati beberapa tahapan testing.
Dengan perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBTL) yang disepakati dengan pihak PLN, INTA bisa melakukan penjualan listrik kepada PLN selama 25 tahun. Di tahun 2021 sendiri, berdasarkan simulasi perhitungan sistem take or pay yang ada, penjualan listrik PLTU Bengkulu berkapasitas 2x100 MW itu ditaksir bakal menyumbang pendapatan kurang lebih US$ 70 juta pada tahun ini.
Selanjutnya: Intraco Penta (INTA) bidik pertumbuhan penjualan 10%-15% di 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News