kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selama Pandemi, Industri Farmasi Catatkan Penjualan Capai Rp 95 Triliun


Sabtu, 26 Maret 2022 / 07:55 WIB
Selama Pandemi, Industri Farmasi Catatkan Penjualan Capai Rp 95 Triliun

Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri farmasi nasional tercatat tumbuh signifikan selama masa pandemi Covid-19. Pada tahun 2021 tercatat industri Farmasi tumbuh hingga 10 persen.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) F. Tirto Kusnadi di sela-sela Musyawarah Nasional (Munas) XVI GPFI di Hotel Merusaka, Nusa Dua, Bali pada Kamis (24/3).

“Kita merasa gembira karena industri farmasi di tahun 2021 tumbuh 10,81 persen selama tahun 2021, tentu berkat kerja sama pelaku farmasi dengan pemerintah. Kita berharap kerja sama terus berjalan agar bisa terus tumbuh lebih baik," kata Tirto Kusnadi dalam keterangannya.

Baca Juga: Dorong Produk Farmasi dengan TKDN Tinggi, Pemerintah Optimalkan Business Matching

Menurutnya pertumbuhan 10,18 persen dengan memperhatikan indikator penjualan yang dihitung lembaga yang kredibel. Nilai totalnya kurang lebih Rp90-95 triliun. Tirto Kusnadi yakin kondisi ini akan terus meningkat di tahun 2022.

Ia menjelaskan, pertumbuhan industri farmasi di tahun 2021 terjadi karena di tahun sebelumnya pelaku industri belum diketahui apa yang harus dilakukan menghadapi Covid-19.

"Di tahun 2020 kita tidak tahu apa yang harus dilakukan menghadapi pandemi, memasuki tahun 2021 kesehatan menjadi kebutuhan utama masyarakat,” kata Tirto Kusnadi.

Kondisi ini diyakini Tirto Kusnadi akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang karena selanjutnya seiring tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan

"Sekarang orang lebih terdidik dan lebih tahu dalam menjaga kesehatan. COVID-19 ini ada sisi positifnya, di seluruh dunia merubah kebiasaan orang-orang,” ujarnya.

Meski begitu, Tirto Kusnadi menambahkan industri farmasi Indonesia masih mengalami tantangan terkait bahan baku obat-obatan. Obat-obatan memang diproduksi di dalam negeri, tapi bahan bakunya masih impor.

"Farmasi produk dalam negeri sudah mampu industri nasional bahan baku masih impor, lalau pemerintah mau bekerjasama dengan kita dan sudah menuju ke sana saya yakin hulu sampai hilir bisa dikuasai nasional,” ucap Tirto Kusnadi.

Baca Juga: Anak Usaha BUMN Kimia Farma Buka Lowongan Kerja 2022, Ini Syaratnya

Sementara itu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Dr. Dra. Lucia Rizka Andalusia, Apt, M.Pharm, MARS. mengatakan, di Indonesia memang sudah ada lebih dari 200 perusahaan yang bergerak di industri farmasi tapi bergerak di sektor pembuatan obat atau formulasi.

Sedangkan bahan bakunya 90 persen masih diimport. "Saat pandemi kita sempat mengalami kelangkaan obat karena embargo (bahan baku) obat, transportasi juga tidak dapat dilakukan," ujar Rizka.

Karena itu menurut dia untuk mewujudkan ketahanan farmasi harus mengembangkan industri bahan baku obat, paling tidak untuk memenuhi 10 molekul yang paling banyak digunakan di Indonesia. Sehingga pada masa pandemi tidak mengalami masalah yang sama.

Namun menurutnya untuk dapat membangun industri juga tidak mudah karena perlu feasibility bahan baku kimia dasar, yaitu bahan baku untuk membuat bahan baku obat.

Itu yang harus diupayakan Kementerian Perindustrian. Selain itu, menurutnya bahan kimia dasar memiliki standar grade tertentu.

"Ini juga yang jadi tantangan, bagaimana bahan baku yang diproduksi harus terserap industri formulasi karena untuk terserap ada syarat-syaratnya," ucap Rizka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×