kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah hal ini bisa lemahkan gugatan Indonesia terkait kebijakan RED II di WTO


Sabtu, 12 Desember 2020 / 11:22 WIB
Sejumlah hal ini bisa lemahkan gugatan Indonesia terkait kebijakan RED II di WTO

Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) pada WTO atas kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang dianggap mendiskriminasi kelapa sawit Indonesia akhir tahun lalu.

Analis Investigasi Pengamanan Perdagangan Ahli Madya Kemendag, Donny Tamtama, menjelaskan perkembangan gugatan Indonesia atas kebijakan Uni Eropa ini. Menurutnya, saat ini pihaknya tengah menyiapkan dokumen gugatan (first written submission) yang rencananya akan diserahkan di tahun mendatang.

"Kurang lebih pada tahun depan kita akan menyampaikan first written submission atau dokumen gugatan Indonesia. Sebagai informasi bahwa kami, kementerian/lembaga terkait bersama kuasa hukum dan beberapa ahli persawitan sedang menyusun dokumen ini," ujar Donny dalam diskusi online, Jumat (11/12).

Donny pun menerangkan pada November tahun ini sudah terbentuk panel atas gugatan ini dan di Desember dilakukan organizational meeting.

Baca Juga: Gapki: Indonesia punya peluang menang di WTO

Menurutnya, Indonesia sudah mengajukan pembentukan panel (request for establishment of panel) pada Juli di 2020. Namun, dia mengakui pembentukan panel ini tidak mudah dilakukan. Dia pun mengatakan panel tersebut terbentuk berdasarkan keputusan dari deputi direktur jenderal WTO.

"Prosesnya tidak mudah ternyata, masing-masing pihak Indonesia maupun Uni Eropa, mengajukan nama-nama panel, terjadi diskusi cukup alot dengan Uni Eropa, akhirnya kita minta deputi direktur jenderal WTO akhirnya turun tangan karena tidak ada kesepakatan," tambah Donny.

Lebih lanjut Donny menerangkan, setelah dokumen gugatan disampaikan, akan ada first substantive meeting, yang kemudian dilanjutkan dengan pengakuan dokumen gugatan berikutnya (second written submission), setelah second substantive meeting dilakukan maka diharapkan sudah ada final report di tahun 2022.

Baca Juga: Indonesia menyiapkan pengajuan panel ke WTO untuk sengketa CPO dengan Uni Eropa

Donny pun tak menampik terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam penanganan sengketa ini. Menurutnya, kendala pertama adalah kurangnya artikel atau penelitian terkait kelapa sawit yang diterbitkan di jurnal bereputasi internasional.

"Ini memang menyulitkan khususnya kepada tim lawyer yang menyusun dokumen gugatan karena bagaimanapun sengketa ini sifatnya scientific base, sehingga membutuhkan sekali yang disebut dengan bukti-bukti ilmiah," terang Donny.

Tak hanya itu, kendala yang dihadapi dalam penyusunan dokumen gugatan adalah kurang sinkronnya atau tidak lengkapnya data tentang lahan,  tutupan perkebunan sawit, dan data lain baik di antara kementerian/lembaga atau stakeholder lainnya.

Baca Juga: Perundingan Indonesia-EU CEPA lanjut meski ada sengketa di WTO

Pemberitaan lainnya yang bisa menjadi hambatan dalam memenangkan sengketa ini adalah beberapa pemberitaan negatif mengenai sawit, seperti pembukaan lahan di Papua oleh perusahaan Korea untuk perkebunan sawit.

Meski begitu, Donny pun mengatakan pihaknya berupaya agar memenangkan sengketa ini. "Bagaimanapun kami menilai bahwa kemenangan Indonesia di sengketa ini adalah hal yang mutlak karena banyak hal yang dipertaruhkan," kata Donny.

Selanjutnya: AS marah lantaran kebijakan tarifnya terhadap produk China dinilai melanggar WTO

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×