kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rencana pajak karbon, IERS: Ekonomi baru mau pulih, lalu dihajar


Kamis, 16 September 2021 / 08:10 WIB
Rencana pajak karbon, IERS: Ekonomi baru mau pulih, lalu dihajar

Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana implementasi pajak karbon berisiko menekan daya beli masyarakat dan kontraproduktif dengan misi pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Pasalnya, pungutan pajak tersebut memiliki efek berganda yang signifikan, termasuk risiko tergerusnya daya beli masyarakat karena harga jual beberapa barang yang dikenai pajak menjadi lebih mahal.

"Pemulihan ekonomi pasca-Covid-19 memerlukan waktu lama sampai. Jadi kalau ekonomi baru mau pulih lalu dihajar dengan pajak, pemulihannya bisa terhambat," kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam keterangannya, Rabu (15/9)

Baca Juga: Sri Mulyani sebut penerapan pajak karbon diterapkan tergantung kesiapan dunia usaha

Pajak karbon akan dikenakan kepada produsen atau menyasar sisi produksi. Kebijakan ini memiliki konsekuensi berupa meningkatnya ongkos produksi sejumlah produk manufaktur.

Sejalan dengan itu, maka produsen akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen dengan mengerek harga jual barang. Artinya, masyarakat menjadi pihak terakhir yang harus menanggung beban pajak karbon tersebut.

Selain itu, kebijakan ini juga tidak selaras dengan strategi pemerintah untuk menyehatkan ekonomi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, yakni pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Saat ini terdapat 15,5 juta UMKM yang sudah masuk dalam platform perdagangan elektronik. Pemerintah menargetkan ada 60 juta UMKM masuk ke platform digital.

Baca Juga: Sri Mulyani: Penerapan pajak karbon akan diterapkan bertahap

Jika pajak karbon diterapkan, akselerasi UMKM dikhawatirkan terhambat karena akan berpengaruh terhadap ongkos produksi yang dikeluarkan.

Menurut Fabby, kebijakan ini juga berpotensi menghambat ekspansi bisnis pelaku usaha di dalam negeri karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih mahal. Dengan kata lain, pajak karbon berisiko memangkas realisasi penanaman modal terutama yang berasal dari dalam negeri.

"Harus dipikirkan dampak dari kebijakan ini kepada industri-industri tertentu, karena industri yang terkena harus mempersiapkan diri," kata Fabby.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×