kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Rencana kenaikan PPN dinilai akan membuat industri ritel semakin tertekan


Kamis, 06 Mei 2021 / 03:30 WIB
Rencana kenaikan PPN dinilai akan membuat industri ritel semakin tertekan

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah akan mengusulkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di tahun depan. Saat ini tarif PPN sebesar 10% dari harga jual barang/jasa sebelum pajak.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan rencana tersebut akan makin menekan industri manufaktur termasuk ritel. Menurutnya kenaikan tarif PPN akan membuat harga jual lebih mahal, sehingga berdampak pada daya beli masyarakat yang melemah.

Terlebih, barang-barang di sektor ritel banyak dikonsumsi oleh masyarakat seperti makanan dan minuman hingga pakaian. Alhasil, Roy menerka justru rencana kebijakan itu akan membuat komponen terbesar produk domestik bruto (PDB) yakni konsumsi masyarakat kontraksi di tahun depan.

Baca Juga: Begini prospek bisnis ritel modern di tengah pandemi saat ini

“Kalau sampai disetujui ini jadi suatu yang fenomenal, ritel sepanjang kuartal I-2021 masih minus, terlihat dari indeks penjualan riil (IPR) yang minus Januari, Februari, Maret,” kata Roy kepada Kontan.co.id, Rabu (5/5).

Sekalipun kebijakan itu diterapkan di 2022, Roy bilang kondisi ekonomi masih berat. Sebab, dari baseline indikator ekonomi hingga sekarang masih mengindikasikan pelemahan daya beli. Data Badan Pusat Statistik mencatat inflasi pada April sebesar 0,13% secara bulanan.

Roy mengatakan kemampuan masyarakat untuk melakukan konsumsi akan semakin rendah saat tarif PPN meningkat apalagi hingga 15%. Di sisi lain, dirinya mengatakan konsumsi ritel akan terus loyo selama penanganan pandemi belum terselesaikan.

Sebab, aktivitas masyarakat masih terhambat akibat kebijakan pembatasan sosial. Apalagi program vaksinasi hingga kini belum sampai 10% dari total penduduk di Indonesia.

Baca Juga: Sekitar 1.300 toko ritel tutup hingga Maret 2021, Aprindo beberkan penyebabnya

“Kebijakan itu harus dikaji lebih dalam. Dengan adanya kondisi ekonomi yang saat ini masih buruk, lalu tahun depan ditambah tarif PPN yang naik, terus terang ini akan membebani produk. PPN meningkat konusmsi belum tentu meningkat,” ujar Roy.

Setali tiga uang, Roy menyampaikan bukan tidak mungkin pada akhirnya pemberhentian hubungan kerja (PHK) akan terjadi. Sebab, penurunan daya beli akan berdampak pada profitabilitas perusahaan. Dus, PHK akan menjadi solusi untuk menghemat beban pengeluaran perusahaan.



Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

×