Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - YANGON. Setidaknya 10 orang tewas ketika pasukan keamanan Myanmar menembaki pengunjuk rasa pada Rabu (3/3). Banyak aksi unjuk rasa di seluruh negeri berubah menjadi kekerasan..
Myanmar berada dalam kekacauan sejak 1 Februari ketika militer melancarkan kudeta dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, mengakhiri eksperimen demokrasi selama satu dekade dan memicu protes massa setiap hari.
Tekanan internasional pun meningkat. Kekuatan Barat telah berulang kali menghantam para jenderal dengan sanksi. Dan, Inggris menyerukan pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Jumat (5/3).
Tetapi, junta mengabaikan kecaman global, menanggapi protes dengan kekuatan yang meningkat, dan pasukan keamanan kembali menggunakan kekuatan mematikan pada demonstran pada Rabu.
Baca Juga: Liput protes anti-kudeta, militer Myanmar seret 6 jurnalis ke pengadilan
Ditembak di kepala
Tiga kota di Myanmar menyaksikan tindakan keras berdarah terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan keamanan pada Rabu, dengan Monywa di wilayah Sagaing mencatat jumlah kematian tertinggi dengan setidaknya tujuh pendemo meninggal.
"Yang bisa kami konfirmasikan adalah tujuh orang meninggal," kata seorang dokter yang menolak menyebutkan namanya, seperti dikutip Channel News Asia.
Beberapa petugas medis juga mengatakan, mereka melihat dua orang lainnya diseret oleh pasukan keamanan, meskipun mereka tidak bisa cukup dekat untuk memastikan apakah keduanya telah meninggal.
Di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, dua pengunjuk rasa tewas, seorang dokter mengkonfirmasi kepada AFP, seperti dilansir Channel News Asia. Dia menambahkan, salah satu korban berusia 19 tahun dan ditembak di kepala.
"Zin Ko Ko Zaw, 20 tahun, ditembak mati di tempat," kata seorang anggota tim penyelamat di Mandalay kepada AFP, seperti Channel News Asia kutip.
Sementara dua anggota tim penyelamat di Monywa, kota di Barat Laut Myanmar menyebutkan, mereka melihat pasukan keamanan membawa dua orang.
Baca Juga: Myanmar terus bergejolak, demonstrasi menentang junta militer terus berlanjut