kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Prospek Bisnis Nikel Memikat Minat Konglomerat


Rabu, 11 Mei 2022 / 07:00 WIB
Prospek Bisnis Nikel Memikat Minat Konglomerat

Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

Selain itu, ada pula Jhonlin Group milik Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam. Kontan.co.id mencatat, Jhonlin Group memilki agenda untuk menginvestasikan US$ 440 juta atau setara sekitar Rp 6,3 triliun untuk membangun  smelter nikel di Kalimantan Selatan.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan, pihaknya menyambut positif antusiasme pelaku usaha untuk menanamkan investasi di sektor pengolahan nikel.

“Perhapi tentu menyambut positif atas antusias pelaku usaha yang bersedia menanamkan investasi ke sektor Pertambangan, khususnya pengolahan mineral nikel, sebab investasi di sektor ini, selain beresiko tinggi, juga membutuhkan modal yang sangat besar,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id (10/5).

Menurut Rizal, investasi di sektor pertambangan mineral bisa memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan regional. Selain itu, hal ini diyakini Rizal juga bisa memberikan multiplier effect bagi masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.

Baca Juga: Perusahaan Batubara Ramai-Ramai Rambah Industri Nikel

Meski begitu, Rizal menilai bahwa pemerintah dan pelaku usaha juga perlu mencermati beberapa hal mengenai nikel Indonesia. Pertama, Perhapi menilai bahwa eksplorasi cadangan nikel saprolite serta juga pembatasan pabrik nikel berbahan baku saprolite menjadi perlu dilakukan jika kelangsungan operasi pabrik nikel eksistinh yang berbahan baku saprolite ingin dijaga.

Berdasarkan catatan Perhapi, saat ini telah ada lebih dari 30 perusahaan pabrik pengolahan nikel yang beroperasi di Indonesia. Sebagian besar dari pabrik tersebut merupakan pabrik pengolahan nikel dengan teknologi pirometalurgi atau peleburan yang bahan bakunya berupa nikel tipe saprolite berkadar nikel tinggi. 

Di sisi lain, cadangan nikel tipe saprolite di Indonesia hanya bisa memasok kebutuhan bahan baku seluruh pabrik tak lebih dari 10 tahun berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Oleh karenanya, investasi pabrik pengolahan berbahan baku nikel saprolite jika tidak dibatasi dan diawasi dengan baik, menurut Rizal, bisa menyebabkan terjadinya fenomena bubble industry, yaitu industri yang terus membesar namun bisa ‘meletus’ sewaktu-waktu. 

“Jika eksplorasi lanjutan untuk menemukan cadangan nikel saprolite tidak dilakukan, serta pembatasan pabrik nikel berbahan baku saprolite tidak diterapkan oleh Pemerintah, maka bisa dipastikan, pabrik-pabrik nikel tersebut akan berhenti beroperasi karena ketiadaan bahan baku,” tutur Rizal.



TERBARU

×