kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pro kontra terkait rencana kebijakan tarif pajak minimum


Jumat, 04 Juni 2021 / 06:05 WIB
Pro kontra terkait rencana kebijakan tarif pajak minimum

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan kebijakan alternative minimum tax (AMT) untuk korporasi yang merugi supaya tetap menyetor pajak ke negara. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan penerapan AMT dengan tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi.

Berdasarkan paparan Rapat Kerja (Raker) antara Menteri Keuangan dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (31/5), AMT ditujukan bagi wajib pajak (WP) Badan dengan pajang penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum.

Kendati begitu, Menkeu belum menyampaikan usulan tarif AMT. Hanya saja International Monetary Fund (IMF), merekomendasikan kebijakan AMT, terutama bagi negara-negara berkembang dikenakan tarif 1% dari peredaran usaha. 

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustunus Prastowo menjelaskan, rencana kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan fairness bagi seluruh wajib pajak badan. Ia bilang, pada dasarnya seluruh korporasi yang untung maupun buntung sama-sama menikmati fasilitas dan layanan publik Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah berencana menerapkan kebijakan alternative minimum tax, begini kata Kadin

Dus, pemerintah pun mengusulkan adanya AMT. “AMT akan mendorong kepatuhan sukarela karena memberi pilihan mau bayar pajak normal atau AMT? Jadi merugi yang non-alamiah berturut-turut tidak lagi jadi pilihan untuk menghindar pajak,” jelas dia, Kamis (3/6).

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Imam Soejoedi menambahkan, kebijakan ini bisa berpengaruh terhadap iklim investasi. Makanya dia menyarankan agar otoritas fiskal sebanyak mungkin menjaring pendapat para pengusaha akan kebijakan yang dibuat tetap akomodatif.

“Sebelum diterbitkan pastikan ada komunikasi dengan stakeholder dengan perusahaan, sampai sekarang belum ada perusahaan yang info ke kami soal itu (AMT),” kata Imam kepada Kontan.co.id. 

Sementara itu, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengaku tidak setuju dengan rencana AMT. Sebab, skema tersebut dinilai tidak sesuai dengan prinsip perpajakan.

Kata Ajib, secara filosofis PPh adalah pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dimiliki oleh wajib pajak. Sehingga, sejatinya perusahaan membayar pajak kalau laba. 

Baca Juga: Usulkan tarif pajak minimum bagi perusahaan yang merugi, ini penjelasan Sri Mulyani

“Otoritas seharusnya fokus dengan penguatan database yang kuat dan terintegrasi, dibandingkan dengan membuat alternatif pajak yang tidak sesuai dengan objeknya,” ujar dia kepada Kontan.co.id, hari ini.

Kendati demikian, Ajib menyebut, memang AMT dapat menjaring kepatuhan pajak korporasi lebih banyak dari saat ini. AMT bisa mengoptimalkan kewajiban perpajakan, sejumlah korporasi yang selama bertahun-tahun operasi, tetapi mengalami kerugian. 

Selanjutnya: DDTC dukung pemerintah terapkan alternative minimum tax

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×