kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PHRI: Kondisi bisnis hotel makin sulit jika tidak ada perbaikan dalam tiga bulan


Senin, 18 Januari 2021 / 06:18 WIB
PHRI: Kondisi bisnis hotel makin sulit jika tidak ada perbaikan dalam tiga bulan
ILUSTRASI. Rata-rata okupansi hotel turun selama 5 tahun terakhir ini menjadi 56%.

Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Secara terpisah, Sekretaris Jendral PHRI Maulana Yusran menjelaskan akibat PPKM yang kembali diterapkan pemerintah turut memberi andil terhadap tekanan okupansi. "Januari memang low season sehingga pasti terjadi penurunan, tetapi ditambah PPKM sehingga menambah penurunan okupansi," ujarnya saat dihubungi kontan.co.id secara terpisah.

Menurut Maulana, dalam kondisi normal rata-rata okupansi normal di low season berkisar 45%-50%. Sementara, saat ini rata-rata okupansi nasional di level 20%.

Terlebih saat ini juga ada permasalahan lainnya, yakni biaya perjalanan. Maulana menjelaskan untuk traveler yang menggunakan transportasi udara maka 2 hari sebelum keberangkatan perlu melakukan tes antigen sehingga biaya perjalanan meningkat. Oleh sebab itu, tingkat okupansi hotel-hotel luar Pulau Jawa jauh lebih tertekan.

"Berbeda jika untuk hotel-hotel di Pulau Jawa karena masih ada transportasi darat, makanya seperti Jakarta itu menjadi salah satu kontributor okupansi nasional karena masih cukup tinggi," tambah dia.

Baca Juga: Terbit Aturan Baru, Masa Kedaluwarsa Hasil Tes PCR dan Antigen Dipersingkat

Seiring dengan tertekannya tingkat okupansi, harga kamar atawa average room rate (ARR) juga tertekan. Ia berujar saat ini untuk hotel bintang tiga ke atas memiliki ARR sekitar Rp 500 ribu atau turun 30%. Karenanya, saat ini yang bisa dilakukan pengusaha hotel dan restoran hanyalah bertahan melalui efisiensi biaya operasional.

"Sebetulnya kami sudah kehabisan strategi, sebab sejak tahun lalu kami sudah lakukan berbagai strategi untuk membuat pasar. Pertama yang telah kami lakukan dari pricing, sehingga ARR turun, tetapi timbul biaya traveling di biaya transportasi udara," jelasnya.

Ia melanjutkan, awal tahun ini kian berat lantaran bantuan seperti biaya listrik yang diterima pengusaha di tahun lalu sudah tidak ada lagi, termasuk relaksasi pajak. "Semua kembal normal sehingga sekarang makin berat," tandasnya.

Baca Juga: Pembatasan Aktivitas di Jawa dan Bali Berpotensi Memangkas Pendapatan Pebisnis Ritel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×