kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pesatnya bisnis teknologi digital menelurkan sejumlah miliarder baru di Indonesia


Senin, 12 Juli 2021 / 10:05 WIB
Pesatnya bisnis teknologi digital menelurkan sejumlah miliarder baru di Indonesia

Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID -

 JAKARTA. Pesatnya pertumbuhan bisnis teknologi digital telah menelurkan sejumlah miliarder baru di Indonesia. Tren demikian diyakini masih akan berlanjut dalam beberapa waktu mendatang.

Sosok miliarder yang dimaksud merupakan para pendiri (founder) start up digital itu sendiri. Dari Bukalapak yang bulan Agustus nanti akan IPO, sosok miliarder diwakili oleh tiga pendirinya yaitu Achmad Zaky, Muhamad Fajrin Rasyid, dan Nugroho Heru Cahyono.

Berdasarkan prospektus singkat yang diterbitkan oleh Bukalapak pada Jumat (9/7) lalu, Achmad Zaky Syaifudin memiliki 4.452.515.674 lembar saham atau setara 5,76% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh Bukalapak. Kemudian, Muhamad Fajrin Rasyid menggenggam 2.725.322.633 saham Bukalapak atau setara 3,53%. Adapun Nugroho Heru Cahyono memiliki 2.145.675.938 saham Bukalapak atau setara 2,78%.

Baca Juga: Jadi investor Bukalapak, begini penjelasan Mandiri Capital Indonesia

Bukalapak sendiri memiliki saham yang ditempatkan dan disetor penuh sebelum IPO sebanyak 77.296.514.554 saham. Manajemen Bukalapak mematok harga saham IPO-nya di kisaran Rp 750 sampai Rp 850 per saham selama masa penawaran awal atau bookbuilding yang berlangsung 9—19 Juli 2021.

Berdasarkan hitungan Kontan.co.id dari kisaran harga tersebut, jumlah kekayaan ketiga pendiri dari saham Bukalapak ini mencapai kisaran Rp 6,99 triliun hingga Rp 7,92 triliun.

Dalam hal ini, Achmad Zaky memiliki aset sebanyak Rp 3,34 triliun—Rp 3,78 triliun dari saham Bukalapak. Muhammad Fajrin memiliki aset sebanyak Rp 2,04 triliun—Rp 2,32 triliun, sedangkan Nugroho Heru Cahyono memiliki aset sebanyak Rp 1,61—Rp 1,82 triliun. 

Achmad Zaky tidak membalas pesan dari Kontan.co.id terkait status kepemilikan sahamnya di Bukalapak.

Setali tiga uang, miliarder muda juga terdapat pada GoTo, perusahaan hasil merger antara Gojek dan Tokopedia. Kekayaan para pendiri dan toko kunci GoTo seperti Nadiem Anwar Makarim, William Tanuwijaya, Leontinus Alpha Edison, Andre Soelistyo, dan Kevin Bryan Aluwi melonjak signifikan.

Berdasarkan berita sebelumnya, Nadiem Anwar Makarim yang kini berstatus sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI memiliki 58.416 saham GoTo dengan estimasi nilai penyertaan sebesar Rp 13,11 miliar. Dari situ, tercatat bahwa nilai kekayaan Nadiem yang berasal dari kepemilikan sahamnya di GoTo tumbuh 321 kali menjadi Rp 4,22 triliun.

Angka ini dihitung berdasarkan simulasi investasi PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) di Gojek yang mencapai US$ 450 juta, setara Rp 6,4 triliun dengan kepemilikan 89.125 saham.

Pendiri Tokopedia, William Tanuwijaya menggenggam kepemilikan saham GoTo sebanyak 64.767 unit saham dengan estimasi nilai penyertaan Rp 9,35 miliar. Alhasil, total aset dia di GoTo mencapai Rp 4,68 triliun atau melonjak 500 kali lipat. Saat ini, William masih menjabat sebagai CEO Tokopedia.

Leontinus Alpha Edison memiliki 26.389 saham GoTo dengan estimasi nilai penyertaan sebanyak Rp 5,22 miliar. Nilai aset dia naik 364 kali menjadi Rp 1,90 triliun. Saat ini Leontinus menjabat sebagai Komisaris Tokopedia.

Baca Juga: Bukalapak IPO, Para Pendiri Tidak Memiliki Keistimewaan Hak Suara

Andre Soelistyo memiliki 3.357 saham GoTo dengan estimasi nilai penyertaan sebesar Rp 24,23 miliar. Nilai aset CEO Group GoTo tersebut tumbuh 10 kali lipat menjadi Rp 242,37 miliar.

Kevin Bryan Aluwi memiliki 205 saham GoTo dengan estimasi nilai penyertaan sebesar Rp 1,48 miliar. Sosok yang kini menjabat sebagai CEO Gojek ini memiliki nilai aset sebanyak 14,80 miliar atau melesat 10 kali lipat.

Pengamat Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward berpendapat, para pendiri star up digital memandang bahwa perusahaan yang diinvestasikannya memiliki prospek yang menjanjikan di masa mendatang, bukan semata sebagai aset investasi saja.

Wajar saja, ekosistem ekonomi digital yang terus tumbuh membuat banyak investor dari berbagai kalangan berlomba-lomba berinvestasi ke start up digital yang fokus pada sektor tersebut. “Untuk perusahaan digital tak hanya bisa dilihat dari segi aset investasi. Nilai terbesarnya justru knowledge perusahaan tersebut di bidangnya,” ungkap dia, Minggu (11/7).

Ian menilai, di masa mendatang pasti akan muncul kembali orang-orang kaya baru yang besar dari perusahaan star up digital. Kembali lagi, hal ini seiring dengan ekosistem ekonomi digital yang semakin digandrungi banyak kalangan.

Para miliarder muda ini juga berkesempatan menyaingi para konglomerat lama yang besar dari bisnis non digital. Namun, hal itu bergantung dari sejumlah faktor. Salah satu faktor yang membuat posisi orang kaya lama tetap eksis adalah mereka memiliki diversifikasi bisnis yang luas, termasuk ke perusahaan digital.

“Konglomerat lama ikut menikmati keberadaan perusahaan digital yang sedang menanjak sebagai salah satu pemilik sahamnya,” ujar Ian.

Di samping itu, tidak dapat dimungkiri bahwa perusahaan digital pun masih cukup bergantung pada pendanaan ataupun kolaborasi bisnis dengan para konglomerat lama. Dalam hal ini, ekosistem bisnis yang dibangun perusahaan digital tetap harus melibatkan peran konglomerat lama yang beberapa di antaranya punya jangkauan bisnis lebih luas.

Ian juga menyoroti prospek persaingan perusahaan digital ketika Bukalapak dan GoTo berhasil IPO di bursa saham. Menurutnya, ekosistem ekonomi digital pada akhirnya tak hanya terkonglomerasi pada perusahaan-perusahaan seperti itu.

Perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh konglomerat lama pun tentu tidak akan tinggal diam, terlebih jika mereka memiliki amunisi yang lebih lengkap seperti infrastruktur telekomunikasi dan manufaktur, hingga distribusi dan pusat data.

Selanjutnya: Perusahaan teknologi Asia ramai antre IPO, apa yang harus dilakukan investor?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×