kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertamina NRE meracik roadmap untuk mengejar target kapasitas terpasang energi bersih


Kamis, 25 November 2021 / 07:25 WIB
Pertamina NRE meracik roadmap untuk mengejar target kapasitas terpasang energi bersih

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. PT Pertamina NRE meracik kembali roadmap untuk mengejar target kapasitas terpasang energi bersih sebesar 10 GW di 2026 mendatang. Sebagai informasi, dalam PNRE terdapat tiga entitas, yaitu Pertamina Geothermal Energy (PGE), Jawa Satu Power (JSP), dan Jawa Satu Regas (JSR). 

Untuk mengawal transisi energi, PNRE memiliki aspirasi energi bersih dengan kapasitas terpasang 10 GW pada tahun 2026, yang merupakan konsolidasi dari gas to power, renewable energy termasuk di dalamnya geothermal, serta beberapa inisiatif baru lainnya,  antara lain pilot project EV ecosystem dan hidrogen. 

Di roadmap sebelumnya, target 10 GW tersebut terdiri dari 6 GW pada low carbon solution, 3 GW energi baru dan terbarukan (EBT), dan 1 GW future business. Sedangkan dalam roadmap yang baru, pengembangan EBT memiliki porsi yang paling besar yakni 5 GW, kemudian diikuti pengembangan low carbon solution sebesar 4 GW dan sisanya future businesses 1 GW. 

Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy (PGE) perluas kapasitas pembangkit listrik panas bumi

Pada roadmap sebelumnya, PNRE membutuhkan dana investasi sebesar US$ 12 miliar. Namun, karena roadmap ini sudah diracik ulang, maka kebutuhan investasinya otomatis dikaji kembali. 

Sekretaris Perusahaan Pertamina NRE, Dicky Septriadi mengatakan, penambahan dan pengembangan EBT yang sebagian besar adalah Geothermal, PLTS dan EBT lainnya menjadi salah satu alasan penyesuaian roadmap Pertamina NRE. Maka dari itu, dari sisi EBT menjadi lebih besar.

"Adapun total capex sebelumnya yakni US$ 12 miliar dengan hitungan pengembangan gas to power di angka 6 GW. Sedangkan sekarang gas to power sudah berkurang dan EBT menjadi lebih besar. Kami masih mengkaji penyesuaian nilai capexnya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/11). 

Perihal sumber dana, Dicky juga tidak bisa memerinci. Yang terang dalam jangka waktu dekat, PNRE masih fokus pada  internal capital. 

Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Sub-holding PNRE memaparkan, dari sisi EBT pihaknya melihat PLTS paling banyak peluangnya dan dari segi teknologi cukup mature di Indonesia. 

"Kami berharap dengan kemajuan teknologi akan mengurangi LCOE-nya dan akan berlaku juga pada energi baru terbarukan lainnya," jelasnya dalam acara  EBTKE ConEx 2021 yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (24/11). 

Saat ditanya mengenai kebijakan yang dapat mendukung pengembangan, Dannif bilang, pihaknya memerlukan insentif karena melakukan investasi di masa depan berupa  hidrogen dan menciptakan EV Ecosystem. Menurutnya, inentif tersebut bisa datang dalam bentuk carbon tax maupun proyek subisidi. 

Kemudian, mengenai kebijakan tarif listrik. Dannif melihat sudah banyak pihak yang ingin mendapatkan energi listrik dari energi bersih. "Mereka bersedia membeli dengan tarif yang lebih tinggi atau di atas harga PLN. Yang penting ada kepastian bahwa sumber listriknya datang dari sumber terbarukan," ujar Dannif.  

Sebagai informasi saja, saat ini Pertamina  terus menggenjot pelaksanaan proyek EBT mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) hingga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). 

Pada proyek pengembangan panas bumi, saat ini Pertamina melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE) telah mengoperasikan 6 PLTP dengan total kapasitas sebesar 672 Mega Watt (MW) di  Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). 

Perinciannya, WKP Kamojang, Garut Jawa Barat (235 MW), WKP Lahendong, Tomohon Sulawesi Utara (120 MW), WKP Sibayak, Sinabung Sumatra Utara (12 MW), WKP Ulubelu Gunung Way Panas, Lampung (220 MW), WKP Karaha, Tasikmalaya dan Garut Jawa Barat (30 MW) dan WKP Lumut Balai Muara Enim, Sumatra Selatan (55 MW).

Baca Juga: Pertamina NRE gandeng perusahaan Abu Dhabi kembangkan PLTS di Indonesia

Pertamina juga terus menggenjot proyek panas bumi di WKP lainnya dengan target dalam lima tahun ke depan akan meningkat 2 kali lipat menjadi 1.128 Megawatt pada tahun 2026. 

Proyek pembangkit yang mengandalkan EBT lainnya, Pertamina telah mengoperasikan pembangkit listrik dengan memanfaatkan sumber energi Biogas di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Simalungun Sumatra Utara. PLTBg berkapasitas 2,4 MW tersebut merupakan hasil kerja sama pengembangan energi Biogas dengan PT Perkebunan Nusantara III. 

Selama Triwulan III 2021, PLTBg Sei Mangkei sudah menghasilkan listrik sebesar 8 GWh. Dengan produksi listrik sebesar itu, PLTBg tersebut dapat memenuhi kebutuhan listrik industri KEK yang dikelola oleh PTPN III.  

Selain melakukan pengembangan bisnis PLTBg dengan PTPN Group, Pertamina melalui Subholding Power & NRE juga mulai bersiap mengembangkan bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di beberapa wilayah, termasuk di KEK Sei Mangkei yang saat ini sudah beroperasi dengan kapasitas sebesar 2 MWp.

Pertamina juga telah mengoperasikan PLTS Cilacap, di area operasi Refinery Unit Cilacap berkapasitas 1,34 MWp, PLTS Badak di area PT Badak NGL Bontang (4 MWp) serta PLTS di 99 area operasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tersebar di wilayah Sumatra, Jawa dan Kalimantan dengan total kapasitas 668 kWp.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×