kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penggunaan bersama spektrum frekuensi radio untuk telekomunikasi tunggu aturan teknis


Rabu, 11 November 2020 / 08:40 WIB
Penggunaan bersama spektrum frekuensi radio untuk telekomunikasi tunggu aturan teknis

Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu yang diatur dalam Omnibus law ini adalah UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Seperti diketahui, terdapat sejumlah perubahan bunyi pasal UU 36/1999 di UU Cipta Kerja. Dintaranya terkait penggunaan bersama spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi.

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna menjelaskan, aturan mengenai penggunaan bersama spektrum frekuensi radio akan diatur lebih rinci dalam peraturan pemerintah (PP). Ia mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah tersebut.

Kresna menyebutkan, pemegang perizinan berusaha terkait penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi, dapat melakukan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru. Prinsipnya, teknologi baru ini demi kepentingan publik dan tidak mengganggu persaingan usaha yang sehat.

Baca Juga: Akademisi UI: UU Cipta Kerja solusi industri serap tenaga kerja lebih optimal

Selain itu, Kresna mengatakan, kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru, mempertimbangkan empat hal. Pertama, optimalisasi penggunaan spektrumnya. Sebab, spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya milik negara yang terbatas.

“Jadi dari semua frekuensi radio yang kita alokasikan ke semua (operator) seluler yang sifatnya nasional itu diharapkan optimal digunakan oleh semua operator untuk melayani masyarakat, khususnya layanan yang belum bisa dijangkau masyarakat," kata Kresna dalam diskusi virtual, Selasa (10/11).

Ia mencontohkan, saat ini sekitar 12.000 desa/kelurahan belum memiliki layanan seluler 4G. Hal ini masih membutuhkan pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi ke 12.000 desa tersebut.

“Salah satu medium untuk melakukan layanan telekomunikasi khususnya seluler dengan menggunakan spektrum. Dengan kerjasama penggunaan spektrum diharapkan optimalisasi dapat terjadi,” terang dia.

Kedua, pertimbangannya adalah efisiensi pembangunan jaringan. Sebab, jika pembangunan jaringan hanya dilakukan oleh satu operator telekomunikasi dengan spektrum terbatas, akan membutuhkan dana yang besar dan mahal.

“Kalau mahal maka harga atau tarif yang ditawarkan kepada pelanggan juga akan mahal sehingga masyarakat tidak bisa menikmati secara lebih banyak,” ungkap dia.

Ketiga, pertimbangan yang berkaitan dengan kualitas layanan. Kualitas layanan yang diterima pelanggan harus baik dan seoptimal mungkin.

Keempat, kaitan dengan semua kriteria tadi tetap kita kaitkan dengan ada ngga niat baik dari masing-masing operator bahwa yang namanya kerjasama penggunaan spektrum yang salah satunya spektrum sharing memang ditujukan untuk kemaslahatan pelanggannya bukan ditujukan untuk mengganggu iklim kompetisi yang sudah berjalan dengan baik,” jelas Kresna.

Anggota Badan Legislasi DPR Arteria Dahlan mengatakan, pihak yang dapat melakukan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi, adalah pemegang perizinan berusaha berdasarkan UU Cipta Kerja. Kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio hanya terbatas untuk penerapan teknologi baru.

“Frase teknologi baru merujuk pada teknologi seluler generasi terbaru yang saat ini belum diimplementasikan di Indonesia,” kata Arteria.

Baca Juga: Airlangga: Aturan turunan UU Cipta Kerja diharapkan siap dalam waktu 3 bulan



TERBARU

×