kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembelot kembali terbangkan selebaran anti-Kim Jong Un, Korea Utara bakal meradang


Jumat, 30 April 2021 / 21:00 WIB
Pembelot kembali terbangkan selebaran anti-Kim Jong Un, Korea Utara bakal meradang

Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - SEOUL. Kelompok pembelot Korea Utara minggu ini dua kali menentang larangan Seoul untuk menerbangkan selebaran anti-Pyongyang melintasi Zona Demiliterisasi (DMZ) yang dijaga ketat, yang membelah Semenanjung Korea.

Peluncuran selebaran anti-Pyongyang oleh Fighters for a Free North Korea adalah yang pertama sejak undang-undang larangan selebaran tersebut disahkan pada Desember tahun lalu.

"Kami menerbangkan 500.000 selebaran, 500 buku, dan uang tunai US$ 5.000 yang dibagikan antara total 10 balon besar selama dua kesempatan di dekat DMZ antara 25 dan 29 April", kata Ketua Fighters for a Free North Korea Park Sang-hak, Jumat (30/4), seperti dikutip Channel News Asia.

Kelompok aktivis tersebut telah lama mengirimkan selebaran yang mengkritik Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un atas pelanggaran hak asasi manusia dan ambisi nuklirnya di seluruh DMZ, baik menerbangkannya dengan balon udara atau mengapungkannya di sungai.

Baca Juga: Korut dapat melenyapkan angkatan bersenjata Korsel dengan 60 senjata nuklir

Selebaran itu membuat marah Pyongyang, yang mengeluarkan serangkaian kecaman pedas tahun lalu, yang menuntut Seoul mengambil tindakan dan meningkatkan tekanan dengan meledakkan kantor penghubung antar-Korea di sisi perbatasannya.

Parlemen Korea Selatan dengan cepat mengesahkan undang-undang yang mempidanakan pengiriman selebaran dan drive USB, metode yang disukai untuk mendistribusikan informasi dan hiburan, ke korea Utara.

Berdasarkan beleid tersebut, mereka yang dihukum karena mengirimkan selebaran menghadapi hukuman maksimal tiga tahun penjara atau denda sebesar 30 juta won (US$ 27.000).

Mengambil tindakan tepat

Undang-undang tersebut telah menimbulkan keprihatinan atas kebebasan berbicara, dengan Amerika Serikat, sekutu Korea Selatan, menggambarkannya sebagai "masalah hak asasi manusia yang signifikan".

"Warga Korea Utara memiliki hak untuk mengetahui kebenaran meskipun hak-hak mereka sebagai manusia diambil oleh rezim," kata Park, mengkritik "lelucon" Korea Selatan sebagai "hukum terburuk".

Baca Juga: Korea Utara dikabarkan sedang siapkan serangan siber ke aliansi AS-Korea Selatan

Kedua Korea biasa mengirim selebaran ke sisi lain secara teratur tetapi setuju untuk menghentikan kegiatan propaganda semacam itu, termasuk pengeras suara yang disiarkan di sepanjang perbatasan.

Kesepakatan itu tertuang dalam Deklarasi Panmunjom yang ditandatangani oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Kim Jong Un dan pada pertemuan puncak pertama mereka pada 2018 lalu.

Tetapi, kelompok sipil di Korea Selatan, yang sebagian besar dipimpin oleh para pembelot, melanjutkan aktivitas mereka, menimbulkan ketakutan akan pembalasan di antara penduduk setempat yang tinggal di sepanjang perbatasan.

Mengutip Channel News Asia, Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang menangani hubungan antar-Korea mengatakan, undang-undang itu "ditujukan untuk keselamatan dan kehidupan penduduk di daerah perbatasan".

Menanggapi peluncuran terbaru, Kementerian Unifikasi Korea Selatan menyatakan, pihak berwenang "akan mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan semangat hukum begitu fakta ditetapkan".

Selanjutnya: Aliansi AS-Korsel menduga Korea Utara siap luncurkan kapal selam baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×