kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

OJK siapkan aturan pengelompokan baru, apa dampaknya bagi perbankan?


Rabu, 06 Januari 2021 / 09:00 WIB
OJK siapkan aturan pengelompokan baru, apa dampaknya bagi perbankan?

Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

Suria pun menambahkan sejatinya pengelompokan anyar ini memang tak akan mempengaruhi kinerja para bank yang turun kasta. Alasannya, Konsep KBMI tak serta merta mengatur kegiatan usaha bank, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan BUKU.

“Ketentuan terkait penyelenggaraan produk bank yang semula hanya dikaitkan dengan modal inti bank disesuaikan menjadi pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan nasabah dengan tetap memperhatikan kemampuan permodalan dan pengelolaan risiko,” tulis calon beleid Kegiatan Usaha Bank.

Di sisi lain, penurunan kasta sejatinya bisa sedikit mengurangi kewajiban bank. Misalnya ketentuan soal pembentukan modal penyangga yang wajib dibentuk BUKU 3, BUKU 4 sebelumnya akan tetap diberlakukan bagi KBMI 3, dan KBMI 4. Sehingga BUKU 3 yang misalnya turun kasta jadi KBMI 2 tak lagi diwajibkan membentuk modal penyangga.

Baca Juga: Bank Bukopin (BBKP) dikuasai Kookmin, kepemilikan negara kini tersisa 3,18%

Mendorong pertumbuhan

Suria menambahkan beleid ini sejatinya merupakan tindak lanjut OJK buat mendorong pertumbuhan sekaligus konsolidasi industri perbankan. Sebab dengan meningkatnya acuan modal inti yang jadi dasar pengelompokan bank kecil menengah juga akan terpacu buat menambah modalnya.

Tahun lalu, OJK juga telah mendorong konsolidasi perbankan dengan merilis ketentuan modal inti minimum bank Rp 1 triliun untuk tahun ini. Dan bertahap akan ditingkatkan menjadi minimum Rp 2 triliun pada 2022, dan minimum Rp 3 triliun pada 2023. 

Di sisi lain, calon beleid ini juga turut meningkatkan modal disetor untuk mendirikan bank dari minimum Rp 3 triliun menjadi minimum Rp 10 triliun.  “Ini bisa dilihat untuk mengukur keseriusan pihak yang mau mendirikan bank untuk setor modal yang tinggi. Bank baru kalau mau serius beroperasi memang harus langsung besar,” lanjut Suria. 

Sementara ketentuan lain yang cukup penting adalah terkait bank digital. Calon beleid ini juga telah mulai memasukkan definisi bank digital sebagai bank yang memiliki modal bisnis yang kegiatan usaha utamanya melalui saluran elektronik. 

Baca Juga: OJK cabut izin pembentukan unit syariah Asuransi Bina Dana Arta (ABDA)

Yang menarik, bank digital justru diberi kelonggaran untuk tak memiliki kantor cabang guna beroperasi. Bank digital hanya diwajibkan memiliki satu kantor yang berfungsi sebagai kantor pusat.

Ini selaras dengan strategi sejumlah calon bank digital yang akan segera meluncur, misalnya PT Bank Digital BCA, entitas anak dari BCA dan merupakan transformasi dari PT Bank Royal Indonesia. 

“Bank Digital BCA rencananya akan diluncurkan tahun ini, dan akan mengusung konsep branchless dimana pelayanan akan dilakukan dalam aplikasi,” ujar EVP Secretariat and Corporate Communication BCA Hera F Haryn kepada KONTAN. 

Selanjutnya: Hingga November 2020, piutang pembiayaan multifinance terkoreksi 17,1%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×