Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menaikkan ketentuan modal inti penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending. Hal itu tertuang dalam Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Pada rancangan itu, OJK menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan perizinan dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar. Terkait hal ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai, bisa membuka ruang konsolidasi antar penyelenggara.
Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menyatakan, OJK memang mengharapkan adanya penguatan modal seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan industri fintech.
“Kalau dengan pertumbuhan berkualitas butuh komitmen dari para share holder untuk meningkatkan aspek permodalan ini. Pada intinya kami sepemahaman. Mungkin butuh suatu bahan diskusi tahap-tahapan peningkatan modal tersebut karena belum semua penyelenggara berada dalam stage peruttuubuhan yang sama,” ujar Adrian.
Baca Juga: AFPI: 1.208 pemegang saham, komisaris, dan direksi P2P lending raih sertifikasi
AFPI proaktif melihat kemungkinan ruang konsolidasi fintech. Termasuk penggabungan dari beberapa penyelenggara fintech lending.
“Jadi sesuatu yang kita buka ruang tersebut dan diskusi dengan OJK. Serta dibuka juga untuk proses konsolidasi. Modal itu penting apalagi di jasa keuangan, modal inti jadi suatu fokus pertumbuhan,” jelas Adrian.
Selain modal inti, OJK ingin fintech P2P lending semakin serius menjalankan bisnis. Terlihat dalam rancangan turan baru, OJK menginginkan ada tiga orang direksi dan tiga orang komisaris. Padahal dalam aturan sebelumnya minimal cuma satu orang baik untuk mengisi posisi direksi maupun komisaris.
Bagi platform yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, maka wajib memiliki paling sedikit satu orang dewan pengawas syariah. Dalam beleid sebelumnya, hal ini belum diatur.
Selain itu, OJK menginginkan agar P2P lending berupaya menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap selama tiga tahun pertama. Tahapannya 15% pada tahun pertama, 30% tahun kedua, dan minimal 40% di tahun ketiga.
Baca Juga: Riset Cambridge: 12 dari 13 sektor fintech secara global tumbuh selama pandemi
Tak hanya itu, jumlah pendanaan di luar Jawa harus ditingkatkan, lantaran dalam rancangan aturan baru minimal 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Rinciannya, 15% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, dan minimal 25% pendanaan ke luar Jawa pada tahun ketiga.
Pada aturan sebelumnya, kewajiban penyaluran pinjaman ke sektor produktif dan pendanaan ke luar Jawa belum diatur.
OJK juga mempertegas agar industri fintech meningkatkan perlindungan data pribadi pengguna.
Tak hanya itu OJK pun meningkatkan mitigasi risiko yang ada di fintech P2P lending mencakup risiko operasional, reputasi, hukum, fraud, dan risiko lainnya yang berdasarkan model bisnis penyelenggara. OJK juga mengatur terkait kerja sama pertukaran data.
Memang, OJK memperbolehkan terjadinya pertukaran data dengan penyelenggara pendukung teknologi lainnya guna meningkatkan kualitas industri. Namun hal itu harus mendapatkan restu terlebih dahulu dari OJK.
Selanjutnya: Cegah gagal bayar, masyarakat perlu mitigasi risiko sebelum meminjam di fintech
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News