kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menko Airlangga Sebut Pemerintah Cermati Risiko Inflasi, Ini Penjelasannya


Jumat, 04 Februari 2022 / 07:00 WIB
Menko Airlangga Sebut Pemerintah Cermati Risiko Inflasi, Ini Penjelasannya

Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, sinyal optimisme pemulihan ekonomi terus bertambah khususnya terlihat dari sektor manufaktur yang semakin menggeliat.

“Kinerja sektor manufaktur yang terus terekspansif perlu diapresiasi. Pemerintah juga akan terus bekerja keras menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga performa positif ini dapat terus ditingkatkan,” ujar Menko Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Kamis, (3/2).

Sikap optimisme Airlangga didasari pada Laporan Purchasing Managers’ Index (PMI) yang diterbitkan IHS Markit, output sektor manufaktur Indonesia kembali di posisi ekspansif sebesar 53,7 pada Januari 2022, lebih tinggi dari bulan Desember 2021 yang mencapai 53,5.

Dengan demikian, sektor manufaktur melanjutkan level ekspansi selama lima bulan berturut-turut dan masih mengungguli beberapa negara ASEAN seperti Thailand (51,7), Filipina (50,0), dan Myanmar (48,5).

“Dalam rangka menjaga tren pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah akan terus mencermati berbagai risiko pencapaian inflasi tahun 2022, termasuk yang berasal dari imported inflation,” ungkap Menko Airlangga Hartarto.

Baca Juga: PMI Januari Menggeliat, Menko Airlangga: Arah Pemulihan Ekonomi Makin Kuat

Airlangga mengatakan, hal ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dunia, permintaan yang tinggi telah mendorong naiknya harga-harga komoditas esensial dan berdampak terhadap kenaikan inflasi global.

IMF dalam publikasi terbaru World Economic Forum, yang dirilis Januari 2022 juga menyampaikan bahwa kenaikan inflasi merupakan salah satu faktor risiko pemulihan ekonomi di tahun 2022.

Berlanjutnya harga energi yang tinggi disertai gangguan rantai pasok telah mendorong peningkatan inflasi, terutama di Amerika Serikat dan banyak negara Emerging Market and Developing Economies (EMDE).

Amerika Serikat sendiri menutup tahun 2021 dengan tingkat inflasi menembus 7% dan merupakan tertinggi sejak Juni 1982.

“Pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia maupun Pemerintah Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah untuk memitigasi berbagai tantangan pencapaian inflasi tahun 2022 baik yang berasal dari global maupun domestik. Penguatan program kerja dan strategi kebijakan pengendalian inflasi di level daerah menjadi strategis dalam mendukung pencapaian inflasi nasional tetap terkendali di tengah risiko-risiko yang dihadapi,” ujar Menko Airlangga.

Dari sisi sektor riil, peningkatan demand global juga harus menjadi peluang yang bisa kita tangkap. Dengan output manufaktur Indonesia ke depan yang diperkirakan semakin bertumbuh, diharapkan prospek permintaan barang ekspor juga akan terus meningkat.

Terlebih, IHS Markit mencatat bahwa pesanan barang ekspor Indonesia di Januari 2022 merupakan rekor kenaikan tertinggi jika dibandingkan dengan periode bulan Januari sejak survei PMI dijalankan.

Baca Juga: Kinerja Industri Pengolahan Meningkat, Angin Segar untuk Prospek Perekonomian RI

“Untuk mengakselerasi kinerja ekspor dan memanfaatkan momentum yang ada, Pemerintah akan terus mendorong program hilirisasi komoditas unggulan, seperti CPO, nikel, bauksit, tembaga, hingga timah. Di samping itu, investasi pada industri 4.0 juga akan terus ditingkatkan sehingga produk-produk ekspor Indonesia ke depan semakin berdaya saing dan bernilai tambah tinggi,” tegas Menko Airlangga.

Airlangga menuturkan, capaian Inflasi Januari dipengaruhi oleh pergerakan pada seluruh komponen inflasi dengan komponen inti menjadi penyumbang andil tertinggi terhadap inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari yakni sebesar 0,27%.

Inflasi inti sebesar 0,42% (mtm) dan merupakan tertinggi sejak Agustus 2019. Sementara secara tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 1,84% dan juga tertinggi sejak September 2020. Peningkatan inflasi inti pada Januari 2022 terutama disebabkan adanya peningkatan harga komoditas ikan segar, mobil, tarif kontrak rumah dan sewa rumah.

Inflasi Volatile Food (VF) tercatat sebesar 1,30% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi VF bulan sebelumnya sebesar 2,32% (mtm) maupun rerata historis bulan Januari empat tahun terakhir sebesar 1,66% (mtm).

Beberapa komoditas VF yang dominan menyumbang terhadap inflasi Januari antara lain kenaikan harga daging ayam, beras, telur ayam ras dan tomat. Sementara komoditas yang mengalami penurunan harga adalah cabai merah.

Kenaikan harga beras pada Januari disebabkan oleh rendahnya panen pada bulan November-Desember 2021 disertai dengan terjadinya hidrometeorologi pada awal tahun 2022.

Baca Juga: Airlangga Tekankan Pentingnya Pengembangan Model Bisnis yang Berdaya Saing

Harga beras ditingkat penggilingan meningkat sebesar 2,23% (mtm) dan ditingkat eceran sebesar 0,94% (mtm). Kondisi ini diperkirakan masih berlangsung pada Februari meski tidak setinggi Januari dan kembali stabil mulai Maret karena mulai masuknya musim panen.

Sementara itu, minyak goreng yang menjadi komoditas paling dominan menyumbang inflasi tahun 2021 dengan andil sebesar 0,31%, saat ini kondisinya relatif terkendali dengan andil inflasi mencapai 0,01% di Januari 2022.

Pemerintah telah melakukan upaya untuk melakukan stabilisasi harga minyak goreng. Sebelumnya telah dikeluarkan kebijakan untuk memastikan agar masyarakat dapat memperoleh harga minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau Rp14.000,00 per liter yang di mulai pada tanggal 19 Januari 2022.

Kemudian, untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak goreng, Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng.  Kebijakan HET ini berlaku mulai 1 Februari 2022,

Subsektor yang mengalami peningkatan tertinggi yakni NTP Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,98% terutama disebabkan dari peningkatan harga gabah. Harga gabah petani meningkat sebesar 4,96% (mtm) yang mendorong peningkatan harga beras di tingkat penggilingan maupun eceran. Kemudian diikuti oleh NTP Subsektor Peternakan yang meningkat sebesar 0,43% dan berada pada level 100,19.

Peningkatan NTP Subsektor Peternakan didorong utamanya dari peningkatan harga ayam ras pedaging. NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) juga mengalami peningkatan dan tercatat sebesar 131,81.

NTPR tercatat terus mengalami peningkatan sejak Juli 2020 yang utamanya masih didorong dari kenaikan harga kelapa sawit.

Komponen inflasi administered prices (AP) tecatat sebesar 0,38% (mtm), menurun dibanding bulan Desember 2021 sebesar 0,45% (mtm). Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) menjadi komoditas dengan andil penyumbang tertinggi sebesar 0,06%.

Baca Juga: Menko Airlangga Sebut Presidensi G20 Akan Dorong Konsumsi Senilai Rp 1,7 triliun

Peningkatan tersebut disebabkan karena adanya penyesuaian harga LPG nonsubsidi yang berkisar antara Rp1.600 s.d Rp2.600 per kilogram dan telah berlaku sejak 25 Desember 2021.

Selain BBRT, rokok kretek filter mencatatkan sumbangan terhadap inflasi Januari sebesar 0,01%. Kenaikan harga aneka jenis disebabkan naiknya tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berlaku sejak 1 Januari 2022.

Peningkatan inflasi AP masih tertahan oleh penurunan tarif angkutan udara sesuai dengan pola musimannya, dengan andil -0,03%.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sinyal Optimisme Pemulihan Ekonomi, Airlangga: Pemerintah Kerja Keras Ciptakan Iklim Usaha Kondusif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×