Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - MANILA. Filipina memprotes "kehadiran dan aktivitas ilegal" China yang terus berlanjut di dekat sebuah pulau di Laut China Selatan yang negara Asia Tenggara itu kuasai.
Filipina mengajukan protes diplomatik pada Jumat (28/5) atas "penyebaran yang tak henti-hentinya, kehadiran yang berkepanjangan, dan aktivitas ilegal aset maritim China dan kapal penangkap ikan" di sekitar Pulau Thitu.
Manila menuntut Beijing menarik kapal-kapal tersebut.
Kedutaan Besar China untuk Filipina tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Baca Juga: Duterte melarang kabinetnya bicara di depan umum tentang sengketa Laut China Selatan
Ketegangan antara Manila dan Beijing telah meningkat selama berbulan-bulan kehadiran ratusan kapal China di zona ekonomi eksklusif Filipina.
Filipina mengatakan, mereka yakin kapal-kapal itu diawaki oleh milisi. Sementara Beijing bilang, mereka adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk.
"Kepulauan Pag-asa adalah bagian integral dari Filipina yang memiliki kedaulatan dan yurisdiksi," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan Sabtu (29/5), seperti dikutip Reuters.
China bangun kota mini
Thitu, yang dikenal sebagai Pag-asa di Filipina, berjarak 280 mil laut dari daratan dan merupakan yang terbesar dari delapan terumbu karang, beting, dan pulau yang mereka duduki di Kepulauan Spratly.
Baca Juga: Meski ada larangan memancing dari China, Filipina imbau nelayan mengabaikannya
China telah membangun kota mini dengan landasan pacu, hanggar, dan rudal permukaan-ke-udara di Subi Reef, sekitar 15 mil laut dari Thitu.
Ini setidaknya merupakan protes diplomatik ke-84 yang Filipina ajukan terhadap China sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat pada 2016.
Pengadilan internasional tahun itu membatalkan klaim ekspansif China di Laut China Selatan, jalur perdagangan dengan kapal-kapal pembawa barang senilai total US$ 3 triliun lewat setiap tahun.
Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga bersaing mengklaim berbagai pulau dan fitur di wilayah tersebut.
Duterte mengesampingkan keputusan yang menguntungkan itu dan mengejar pemulihan hubungan dengan Beijing sebagai imbalan atas jaminan pinjaman, bantuan, dan investasi miliaran dollar, yang sebagian besar tertunda.
Selanjutnya: Memanas lagi, China desak Filipina hindari diplomasi megafon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News