Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa waktu terakhir, masalah pakaian bekas impor kembali mengemuka.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam aksi belanja pakaian bekas impor atau yang sering disebut thrifting itu, karena mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Melansir infopublik.id, Jokowi kemudian memerintahkan jajarannya untuk segera mencari sebab dan solusi mengatasi permasalahan maraknya importasi pakaian bekas.
Terkait hal tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai angkat bicara.
Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) Nirwala Dwi Heryanto, pada dasarnya setiap barang yang diimpor ke Indonesia harus dalam keadaan baru, kecuali untuk barang tertentu yang ditetapkan lain dan dikecualikan oleh aturan.
“Aturan mengenai larangan impor pakaian bekas illegal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2015 dan juga Permendag Nomor 18 tahun 2021 yang telah diubah menjadi Permendag Nomor 40 tahun 2022,” kata Nirwala di Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Baca Juga: Bea dan Cukai Musnahkan Ribuan Kosmetik Ilegal dan Barang Bekas
Nirwala memaparkan, larangan importasi pakaian bekas illegal tersebut merupakan kebijakan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari dampak negatif pakaian bekas terhadap kesehatan dan juga untuk melindungi industri tekstil dalam negeri serta UMKM yang sangat dirugikan akibat importasi tersebut.
Hal ini sesuai dengan komitmen pemerintah dalam mendorong konsumsi produk lokal melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).
Ditambahkannya, sepanjang tahun 2022, Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap impor pakaian bekas illegal melalui laut dan darat sebanyak 234 kali dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp 24,21 miliar.
Nilai tersebut mengalami peningkatan dari beberapa tahun sebelumnya, yakni 165 kali penindakan dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp 17,42 milliar di tahun 2021 dan 169 kali penindakan dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp 10,37 milliar di tahun 2020.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut, sekaligus mendukung penegakan hukum pelanggaran laut, Bea Cukai juga menjalin sinergi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum lain yang terkait, seperi Polairud, KPLP, Bakamla, TNI AL, dll.
Baca Juga: Tindak Thrifting, Kemendag Bakal Musnahkan Baju Bekas Impor Senilai Rp 20 Miliar
Secara umum dapat disampaikan bahwa titik rawan pemasukan pakaian bekas di Indonesia serta modus yang kerap digunakan antara lain sebagai berikut, Pesisir Timur Sumatera, Batam, Kepulauan Riau via Pelabuhan tidak resmi dengan modus disembunyikan pada barang lain (undeclare).
Kemudian, Perbatasan Kalimantan, utamanya di Kalimantan Barat seperti Jagoi Babang, Sintete, Entikong dengan modus menyembunyikan pakaian bekas pada barang Pelintas batas, barang bawaan penumpang, atau menggunakan jalur-jalur kecil melewati hutan yang sulit terdeteksi oleh petugas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News