Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja perbankan terus menunjukkan pemulihan. Perolehan laba bersih sebagian besar bank pada paruh pertama 2021 tumbuh signifikan, terutama bank menengah besar. Begitu pula dengan aset mereka mengalami peningkatan walaupun pandemi Covid-19 belum berakhir.
Hasil kinerja semester I 2021 memang belum mencerminkan pemulihan penuh tetapi tanda-tanda perbaikan terus terlihat. Memang betul peningkatan signifikan laba pada paruh pertama ini lantaran dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dimana kinerja perbankan jeblok parah kala itu. Namun, kalau ditelisik lebih rinci lagi, laba kuartal per kuartal mayoritas bank juga meningkat.
Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan juga masih relatif terjaga. Beberapa bank justru mencatatkan penurunan NPL. Kondisi ini didukung oleh kebijakan OJK dengan program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang masih berlaku sampai Maret 2022 dan rencananya bakal diperpanjang lagi.
Dengan program restrukturisasi Covid-19, kredit tetap masuk kategori lancar sehingga bank tidak perlu mengalokasikan pencadangan. Sehingga level NPL perbankan saat ini belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Kendati demikian, pemulihan tetap berlanjut. Itu tercermin penurunan outsanding kredit restrukturisasi Covid-19 yang sudah signifikan.
Baca Juga: Transaksi uang elektronik diramal sentuh Rp 278 triliun hingga akhir tahun
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya mencatat penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 dari Rp 102 triliun pada Desember 2020 menjadi Rp 81,7 triliun per Juni 2021 atau 14% dari total portofolio kredit perseroan. Sebanyak 1,8% sudah jadi NPL, 8,7% masuk dalam perhatian khusus, 89,5% merupakan kolektabilitas 1.
David Pirzada Direktur Manajemen Risiko BNI mengatakan, kredit restrukturisasi beresiko tinggi terus menurun sesuai dengan survei dan asesmen yang dilakukan perseroan.
"Kami sudah melakukan tiga kali asesmen sejak tahun 2020. Pada asesmen sebelumnya kredit high risk 12% dari total restrukturisi Covid-19 tetapi pada asesmen terakhir di Mei sudah turun jadi 7%. Penurunan ini menunjukkan satu optimisme bahwa ke depan kita akan ketat mengelola restrukturisasi kredit ini," jelasnya dalam paparan virtual, Senin (16/8).
Dia menambahkan, kredit beresiko tinggi dari total restrukturisasi kredit di BNI saat ini baik Covid-19 maupun non Covid-19 saat ini juga turun ke sekitar 9%. Pembentukan CKPN telah dilakukan BNI berdasarkan profil resiko kredit yang sudah di asesmen. Sehingga menurut David, BNI sudah siap mengantipasi resiko kredit apabila program restrukturisasi Covid-19 berakhir.
Baca Juga: Begini progres konversi kartu debit chip di sejumlah bank
BNI telah melakuakn berbagai strategi untuk mengelola resiko kredit. Salah satunya membuat tim khusus manajemen baik untuk kredit restrukturisasi Covid-19 maupun restrukturisasi non Covid-19. "Kami mengidentifikasi resiko-resiko dari debitur, mana yang high risk dan mana yang low risk. Kami juga lakukan action plan terhadap debitur apabila kita harus melakukan exit atau reduce," tambahnya.
David mengakui bahwa kebijakan PPKM tentu berdampak memperlambat pulihnya debitur yang dalam proses restrukturisasi, terutama pada segmen kecil dan konsumer. Untuk itu, perseroan akan melakukan komunikasi intensif kepada debitur dan akan memberikan restrukturisasi jika diperlukan.
Per Juni 2021, rasio NPL gross BNI ada di level 3,9%. Memang masih naik dibanding periode yang sama tahun lalu, tetapi sudah sangat menurun dari posisi Desember 2020 yang sempat mencapai 4,3%. BNI telah melakukan pencadangan sebesar 215% per Juni.