kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Konflik Rusia-Ukraina, Neraca Perdagangan Indonesia Diproyeksi Tetap Surplus


Senin, 07 Maret 2022 / 08:00 WIB
Konflik Rusia-Ukraina, Neraca Perdagangan Indonesia Diproyeksi Tetap Surplus

Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski konflik antara Rusia dan Ukraina masih membara, ini diperkirakan akan membawa dampak terhadap neraca perdagangan Indonesia. 

Akan tetapi, kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, dampak ke neraca perdagangan ini datang dari peningkatan harga komoditas minyak dan gas (migas) maupun harga komoditas non migas. 

Seperti kita ketahui, harga minyak melonjak dan berada di level tertinggi untuk beberapa tahun di pekan ini karena invasi Rusia ke Ukraina. 

Mengutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent dengan kontrak pengiriman Mei 2022 pada Jumat (4/3) ditutup ke US$ 118,11 per barel atau melonjak 6,9%. Pun dengan harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2022 ditutup pada US$ 115,68 per barel atau naik 7,4%. 

Baca Juga: BI: Penyaluran Kredit Perbankan Capai Rp 5.700,0 Triliun Hingga Januari 2022

Sedangkan harga komoditas non migas seperti batubara pada Sabtu (5/3) diperdagangkan pada level US$ 418,75 per metrik ton atau menguat 48,75 poin alias 13,18% dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya. 

Nah, dengan kondisi tersebut, Josua kemudian melihat dampak perang Rusia dan Ukraina kemudian tak akan mengusik potensi surplus neraca dagang dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. 

“Karena memang Indonesia net importir minyak, sehingga neraca dagang migas diperkirakan defisit. Namun, harga komoditas juga meroket sehingga neraca dagang non migas diperkirakan masih surplus dan ini akan menyeimbangkan,” tegas Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (6/3). 

Akan tetapi, Josua menegaskan bahwa ini sesuai dengan pemantauannya akan kondisi yang berlangsung saat ini sehingga tetap perlu diperhatikan karena ada beberapa skenario yang bisa muncul. 

Ia memerinci, skenario pertama, adanya kondisi yang membaik antara Rusia dan Ukraina setelah ditemukannya solusi yang menguntungkan (win-win solution). Dengan kondisi ini, diperkirakan adanya normalisasi harga baik minyak maupun komoditas non migas pada paruh kedua tahun ini. 

Kondisi ini kemudian membawa peluang surplus neraca perdagangan untuk berada di kisaran US$ 20 miliar hingga US$ 30 miliar di sepanjang tahun 2022. 

Skenario kedua, tidak ada perbaikan hubungan kedua negara sehingga diperkirakan peningkatan harga minyak dan komoditas non miags tetap berlanjut. Ini akan membawa surplus neraca perdagangan untuk melonjak lebih dari US$ 30 miliar di sepanjang tahun ini. 

“Karena dua sisi tersebut, neraca perdagangan migas cenderung mencatat defisit yang melebar dan neraca perdagangan non migas cenderung tetap surplus meningkat,” tegasnya. 

Kondisi tersebut tentu akan memberi keuntungan pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada jangka pendek maupun keseluruhan tahun ini karena ekspor juga menyumbang kedigdayaan pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga: Penyaluran Kredit ke Sektor Petambangan Tumbuh Paling Tinggi di Januari 2022

Josua memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 ada di kisaran 4,5% yoy hingga 5,0% yoy dan di sepanjang tahun 2022 akan berada di kisaran 4,8% yoy hingga 4,9% yoy. 

Namun, Josua menekankan, kinerja pertumbuhan ekonomi yang solid ini masih lebih disebabkan oleh kondisi dalam negeri yang membaik, seperti konsumsi rumah tangga yang meningkat serta kinerja lapangan kerja yang membaik. 

Hanya, ia mengingatkan perlu waspada dari sisi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi karena perang ini bila berkepanjangan bisa mendorong ketidakpastian investasi global dan termasuk ke Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×