kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kondisi Ekonomi China Buruk, Ini Penyebabnya


Senin, 25 September 2023 / 11:09 WIB
Kondisi Ekonomi China Buruk, Ini Penyebabnya

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. China telah membangun perekonomiannya menjadi kekuatan dunia melalui pertumbuhan yang stabil, volume perdagangan yang besar, dan populasi yang berkembang dan produktif selama beberapa dekade. 

Setelah Presiden Xi Jinping mencabut kebijakan ekstrim "nol-COVID" Beijing pada bulan Desember, para ahli memperkirakan bahwa permintaan dan bisnis China akan bangkit kembali dengan begitu kuat sehingga seluruh ekonomi dunia akan merasakan dampak dari pembukaan kembali.

Tetapi yang terjadi sebaliknya, dan para ahli mengatakan dampak dari keterpurukan ekonomi China dapat mengirimkan gangguan ke seluruh dunia.

Setelah 40 tahun mengalami pertumbuhan yang luar biasa, perekonomian China kini berada dalam kondisi yang sangat buruk dan belum ada tanda-tanda adanya perubahan ke arah yang lebih baik.

Apa yang salah dengan ekonomi China?

Melansir The Week, perekonomian China saat ini mengalami kegagalan, dan mengakhiri booming terlama dalam sejarah. 

Sejak Partai Komunis yang berkuasa menerapkan perdagangan, investasi, dan kekuatan pasar gaya Barat pada akhir tahun 1970an, China telah melipatgandakan ukuran perekonomiannya setiap dekade. 

Sekitar 800 juta warga China telah berhasil keluar dari kemiskinan. Dan negara yang tadinya sebagian besar merupakan wilayah pedesaan telah berubah menjadi negara manufaktur raksasa dan satu-satunya pesaing negara adidaya Amerika. 

Baca Juga: Lawan China, Uni Eropa: Kami Harus Melindungi Diri Sendiri

Namun perekonomian China kini mengalami perlambatan tajam, di mana tingkat produk domestik bruto (PDB) tumbuh sebesar 3% pada tahun lalu – turun dari posisi 7,4% pada dekade sebelumnya. 

Tidak hanya itu, tingkat ekspor juga merosot, belanja konsumen turun, investasi swasta turun hingga seperempat sejak tahun 2020, dan kekhawatiran akan spiral deflasi semakin meningkat. 

Utang China kini hampir empat kali lebih besar dibandingkan PDB-nya, dan pecahnya gelembung perumahan telah mengakibatkan 80 juta apartemen tidak dihuni, sehingga mengancam tabungan jutaan warga Tiongkok yang berinvestasi di pasar real estate. 

“Kita menyaksikan peralihan arah yang merupakan lintasan paling dramatis dalam sejarah perekonomian,” kata sejarawan ekonomi Universitas Columbia, Adam Tooze. 

Dia bilang, kaum muda China sangat terpukul oleh perlambatan ini.

Baca Juga: Filipina Kecam Penghalang Terapung yang Dipasang Tiongkok di Laut Cina Selatan



TERBARU

×