Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sepanjang tahun 2020 lalu mencatatkan total laba bersih tembus Rp 27,13 triliun. Posisi tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 5% secara tahunan atau year on year (yoy). Meski begitu, perolehan laba BCA sejatinya merupakan yang terbesar dibandingkan beberapa bank besar lainnya.
Adapun, kalau dirinci perolehan laba tersebut ditopang oleh beberapa kinerja positif. Terutama dari pendapatan operasional yang naik sebesar 5,1% secara tahunan menjadi Rp 74,75 triliun. Selain itu, kendati kredit perseroan mengalami kontraksi, perolehan pendapatan bunga bersih atau net interest income BCA masih bisa tumbuh 7,3% secara tahunan dari Rp 20,3 triliun di akhir 2019 menjadi Rp 20,21 triliun akhir tahun lalu.
Sementara itu, pertumbuhan pendapatan non bunga atau non interest income terpantau stagnan dengan penurunan 0,5% yoy menjadi Rp 20,21 triliun akhir tahun lalu. Bila dirinci, secara total pendapatan berbasis komisi atau fees and commisions BCA mengalami penurunan 3,3% yoy menjadi Rp 13,16 triliun.
Baca Juga: Meski ada pandemi, laba Bank BCA Syariah tumbuh dua digit di tahun 2020
Namun, secara kuartalan BCA masih mampu mencatat kenaikan fees and commisions sebesar 18,4% (QoQ) atau naik sekitar Rp 553 miliar dalam kurun waktu satu kuartal terakhir. Sedangkan pendapatan dari tresury atau trading mencatatkan kinerja positif lewat kenaikan 26% yoy menjadi Rp 3,91 triliun pada akhir 2020.
Sementara itu, penurunan laba bersih BCA antara disebabkan adanya pembentukan pencadangan yang cukup jumbo. Dalam paparannya, BCA menambah pencadangan dari Rp 4,59 triliun di 2019 hingga menembus Rp 11,6 triliun di akhir 2020 atau naik 152,3% secara tahunan.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pembentukan pencadangan tersebut tentunya berkaitan dengan peningkatan risiko yang meningkat di tengah pandemi. Bila mengesampingkan pencadangan, laba perseroan sebelum pencadangan (PPOP) masih bisa tumbuh 11,2% yoy menjadi Rp 45,42 triliun.
Lebih lanjut, Jahja juga menjelaskan penurunan fee based income atau pendapatan non bunga juga sedikit banyak disebabkan dari menurunnya transaksi dari penggunaan kartu debit dan kredit selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Baca Juga: BCA: Rasio keuangan terjaga pada tahun lalu
Meski begitu, transaksi digital BCA menurut perseroan tetap mencatatkan kenaikan lewat sederet inisiatif digital yang sudah dilakukan BCA jauh sebelum pandemi. Sayangnya, BCA tidak merinci perolehan fee based dari transaksi digital di tahun lalu.
"Laba turun, karena bagi perbankan yang paling menguntungkan adalah kalau melepas kredit. Tapi kita ingin prudent dan hati-hati, dan ada program restrukturisasi," tutur Jahja dalam Konferensi Pers Paparan Kinerja 2020, Senin (8/2).
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim juga menambahkan, di tahun lalu 2020 fee based income cukup terdampak, khususnya dari penurunan transaksi kartu kredit. Kemudian, transaksi melalui kartu atau layanan e-channel seperti EDC turun 24%.
"Kita harapkan tahun ini bisa lebih membaik, sehingga fee income bisa tumbuh positif seiring recovery transaksi," katanya.
Baca Juga: BCA Syariah bidik pembiayaan tumbuh hingga 8% tahun ini
Di sisi lain, Vera menjelaskan kalau perolehan fee based income sudah memperlihatkan perbaikan. Terutama pada kuartal IV 2020 setelah sempat turun di periode kuartal II dan III tahun lalu.
Sebagai informasi, dalam paparanya BCA menjelaskan jumlah transaksi melalui mobile dan internet banking terus bertumbuh dengan pesat, yakni sebesar 50,7% secara tahunan atau yoy. Pada tahun 2020, BCA memproses lebih dari 30 juta transaksi per hari secara rata-rata, atau naik 18,3% dari tahun 2019.
Adapun, merujuk pada presentasi perusahaan. Transaksi di kantor cabang di tahun 2020 turun sebanyak 14,7% yoy. Begitu juga dengan transaksi ATM yang terkontraksi 13% yoy.
Selanjutnya: Laba BCA (BBCA) turun 5% jadi Rp 27,1 triliun sepanjang tahun 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News