kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah di Balik 2 Wilayah yang Memisahkan Diri di Ukraina Timur


Selasa, 22 Februari 2022 / 23:15 WIB
Kisah di Balik 2 Wilayah yang Memisahkan Diri di Ukraina Timur

Sumber: Channel News Asia,Reuters | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Presiden Vladimir Putin pada Senin (21/2) mengakui dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina Timur, sebuah langkah yang semakin memicu ketegangan dengan Barat di tengah kekhawatiran invasi Rusia.

Langkah Putin itu mengikuti ketegangan yang meningkat selama berhari-hari di jantung industri Timur Ukraina, di mana pasukan Ukraina terkunci dalam konflik hampir delapan tahun dengan separatis yang didukung Rusia, yang telah menewaskan lebih dari 14.000 orang.

Putin langsung memerintahkan pasukan Rusia untuk “menjaga perdamaian” di dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina Timur, beberapa jam setelah dia mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai entitas independen.

Mengutip Reuters, dalam dua dekrit, Putin pada Senin (21/2) menginstruksikan Kementerian Pertahanan Rusia untuk mengambil “fungsi menjaga perdamaian” di wilayah Ukraina Timur, yakni Donetsk dan Luhansk.

Barat telah berulang kali memperingatkan Rusia untuk tidak mengakui wilayah separatis di Donetsk dan Luhansk, sebuah langkah yang secara efektif mengubur proses perdamaian yang rapuh di wilayah tersebut.

Baca Juga: Dengan Alasan Jaga Perdamaian, Putin Perintahkan Militer Rusia Masuk ke Ukraina Timur

Apalagi, Rusia telah memperoleh hak untuk membangun pangkalan militer di dua wilayah Ukraina yang memisahkan diri berdasarkan perjanjian baru dengan para pemimpin separatis, menurut salinan perjanjian yang ditandatangani Putin dan terbit pada Senin (21/2).

Pemberontakan separatis di Ukraina Timur

Melansir Channel News Asia, ketika Presiden Ukraina yang bersahabat dengan Moskow digulingkan dari jabatannya oleh protes massal pada Februari 2014, Rusia merespons dengan mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina. 

Tanggapan Rusia itu kemudian melemparkan bobotnya di belakang pemberontakan di wilayah Ukraina Timur yang sebagian besar berbahasa Rusia yang dikenal sebagai Donbas.

Pada April 2014, pemberontak yang didukung Rusia merebut gedung-gedung pemerintah di wilayah Donetsk dan Luhansk, memproklamirkan pembentukan "republik rakyat" dan memerangi pasukan Ukraina dan batalion sukarelawan.

Bulan berikutnya, wilayah separatis mengadakan pemungutan suara untuk mendeklarasikan kemerdekaan dan mengajukan tawaran untuk menjadi bagian dari Rusia. 

Baca Juga: Rusia Akui Donetsk dan Luhansk, Ini Peringatan Keras Putin kepada Ukraina

Moskow belum menerima mosi tersebut, hanya menggunakan wilayah tersebut sebagai alat untuk menjaga Ukraina tetap di orbitnya dan mencegahnya bergabung dengan NATO.

Ukraina dan Barat menuduh Rusia mendukung pemberontak dengan pasukan dan senjata. Moskow membantahnya, dengan mengatakan bahwa setiap orang Rusia yang bertempur di sana adalah sukarelawan.

Di tengah pertempuran sengit yang melibatkan tank, artileri berat, dan pesawat tempur, pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan 17 ditembak jatuh di Ukraina Timur pada 17 Juli 2014, menewaskan 298 orang di dalamnya. 

Penyelidikan internasional menyimpulkan, pesawat penumpang itu jatuh oleh rudal yang dipasok Rusia dari wilayah yang dikuasai pemberontak di Ukraina. Moskow masih membantah terlibat.

Perjanjian perdamaian untuk Ukraina Timur

Setelah kekalahan besar-besaran pasukan Ukraina pada Agustus 2014, utusan dari Kyiv, pemberontak, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) menandatangani gencatan senjata di ibu kota Belarusia, Minsk, pada September 2014.

Baca Juga: Dramatis! Vladimir Putin Deklarasikan Luhansk dan Donetsk Bukan Lagi Wilayah Ukraina

Dokumen tersebut menggambarkan gencatan senjata dalam pengawasan OSCE, penarikan mundur semua pejuang asing, pertukaran tahanan dan sandera, amnesti bagi pemberontak, dan janji bahwa wilayah separatis bisa memiliki tingkat pemerintahan sendiri.

Kesepakatan itu dengan cepat runtuh dan pertempuran skala besar dilanjutkan, yang menyebabkan kekalahan besar lainnya bagi pasukan Ukraina di Debaltseve pada Januari-Februari 2015.

Prancis dan Jerman menengahi perjanjian damai lainnya, yang ditandatangani di Minsk pada Februari 2015 oleh perwakilan Ukraina, Rusia, dan pemberontak. 

Perjanjian itu memuat gencatan senjata baru, penarikan senjata berat, dan serangkaian langkah menuju penyelesaian politik. Sebuah deklarasi yang mendukung kesepakatan itu ditandatangani oleh para pemimpin Rusia, Ukraina, Prancis, dan Jerman.

Hanya, pelaksanaan kesepakatan itu lembali terhenti.

Sampai akhirnya, Putin mengakui kemerdekaan wilayah pemberontak yang didukung Rusia di Ukraina Timur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×