Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) menilai naiknya tarif jasa pelabuhan di Tanjung Priok kurang tepat, karena masih banyak tantangan yang harus dihadapi eksportir maupun importir saat ini.
Executive Secretary KIKT, Baldwin Kurniawan mengatakan pada umumnya kegiatan ekspor impor saat karena kondisi kelangkaan kontainer terkesan ramai sehingga harganya naik walaupun volume jauh lebih sedikit dibandingkan kondisi normal.
"Tetapi saat ini aktivitas ekspor impor masih menghadapi kesulitan memesan kontainer dan harga kargo (freight) yang sudah naik dua hingga empat kali lipat ke beberapa tujuan negara," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (14/4).
Baca Juga: Jasa pelabuhan di Tanjung Priok naik, siap-siap harga kulkas dan AC ikut terkerek
Selain harga kargo yang naik, Baldwin mengungkapkan biaya penanganan (handling) petikemas di pelabuhan Jakarta juga naik. Di sisi lain, seperti diketahui proses customs clearance di Jakarta masuk dalam golongan yang cukup rumit sehingga berujung pada penumpukan barang di pelabuhan jadi lebih panjang dibandingkan negara lain.
"Tak hanya itu, kondisi jalanan di Tanjung Priok masih kurang optimal sehingga terkadang mau mengambil kontainer tetapi keadaan macet atau tertib administrasinya kurang bagus sehingga bisa jadi telat sehari. Jika satu hari jika dikalikan dengan tarif dasar 600% atau setelah Surat Penetapan Pembayaran Bea (SPPB) 150% lagi jadi memberatkan importir," kata Baldwin.
Menurut Baldwin, di tengah momentum perekonomian yang sedang dalam masa recovery, semisal pelaku usaha dibebankan lagi dengan biaya tambahan seperti Lift on-Lift off dan penumpukan kontainer, keputusan ini dinilai kurang bijak.
Menurutnya, sebaiknya untuk di tengah upaya pemulihan ekonomi dan mendongkrak investasi dalam negeri, hal seperti ini lebih baik jangan disinggung dahulu. Pihaknya merekomendasikan, jikalau bisa pemerintah bekerja sama dengan JITC untuk menambah periode masa gratis.
"Masa gratis ini kalau tidak salah hanya sehari sehingga kesannya sangat tidak mendukung karena satu hari standarnya bongkar container dari kapal saja itu belum kelar," pungkasnya.
Ketua Departemen Investasi Dalam Negeri KIKT, Andy Arif Widjaja menambahkan, sebagai pengusaha tentunya keberatan untuk kenaikan tarif apalagi di masa pandemi ini. "Ditambah lagi sistem kepabeanan masih banyak kekurangan dan hambatan pengeluaran barang bisa saja terjadi. Di mana biaya argo penumpukan di pelabuhan akan berjalan terus," kata Andy saat dihubungi terpisah.
Jika dibandingkan dengan negara lain, Andy memaparkan free time adalah free container usage dan free port storage. Namun tidak demikian di Indonesia. "Free time untuk free container usage, tapi biaya penumpukan di pelabuhan tetap dibayar," ujarnya.
Andy berpendapat, meskipun tujuannya adalah mendesak importir supaya lebih cepat mengeluarkan barang, tetapi pelaksanaannya kurang tepat. Terutama di masa pandemi ini seharusnya ada kebijakan yang meringankan bukan memberatkan.
Maka kesimpulan KIKT, lanjut Andy, penyesuaian ini tidak tepat pada waktunya dan dapat menyebabkan Indonesia kehilangan peluangnya sebagai negara yang menarik sebagai negara tujuan Investor Luar Negeri.
Sebagai informasi, PT Pelindo II (Persero) atau IPC menaikkan sejumlah pos tarif di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Pengenaan tarif baru untuk biaya penumpukan (storage) dan biaya pengangkatan kontainer ke truk (lift on)
Perubahan tarif Lift on-Lift off untuk peti kemas ukuran 20' menjadi Rp 285.500/boks per hari dari yang sebelumnya sebelumnya Rp187.500/boks. Sedangkan untuk tarif ukuran 40' menjadi Rp428.250/boks yang tadinya Rp281.300/boks
Tak hanya itu, harga penumpukan peti kemas juga ikut terkerek. Rinciannya, untuk penumpukan peti kemas ukuran 20' yang sebelumnya Rp27.200/boks/hari menjadi Rp 42.500/boks/hari. Kemudian, untuk ukuran 40' menjadi Rp 85.000/boks/hari yang sebelumnya Rp 54.400/boks/hari.
Selanjutnya: Bersiaplah, Pelindo II naikkan tarif pelayanan di Tanjung Priok mulai 15 April 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News