Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layanan akses nomor induk kependudukan (NIK) tak lagi gratis. Pemerintah mengenakan tarif layanan akses dokumen NIK.
Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pertimbangan dasar penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan adalah untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup.
"Selain itu, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun," kata Zudan dalam keterangan tertulis, Minggu (17/4).
Nantinya, sektor usaha yang akan dibebankan tarif NIK adalah lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented. Seperti, lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, sekuritas.
Adapun untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD, Zudan menegaskan, tetap tak dipungut tarif atau gratis.
"Dan tidak ada hak akses yang berikan kepada perorangan. Hak Akses ini hanya untuk lembaga berbadan hukum." kata Zudan.
Baca Juga: Kemdagri Evaluasi Disdukcapil Provinsi, Ini 4 Provinsi dengan Layanan Terbaik
Kemendagri menyebut, penerapan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia sudah berjalan lama. Misalnya, PNBP yang dikenakan pemerintah untuk pembuatan SIM, perpanjangan STNK, pelat kendaraan bermotor, pembuatan paspor, sertifikat tanah, meminta data di BPS, pengurusan PT, penempatan notaris, pendidikan dan pelatihan pegawai, dan lainnya.
Zudan mengatakan, pihaknya tidak mencanangkan target PNBP dari kebijakan pengenaan tersebut. "Karena hakikatnya tidak untuk mencari pendapatan, tetapi hanya tambahan bagi APBN agar sistem Dukcapil tetap terjaga untuk memberi pelayanan," tegas Zudan.
Ia menambahkan, PNBP bakal dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna.
Mengenai apakah menjual data pribadi itu tidak melanggar prinsip kerahasiaan data pribadi? Zudan menjelaskan, dalam hal PNBP, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu sendiri tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data.
Lembaga pengguna sudah memiliki data dan diverifikasi oleh Dukcapil. Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai).
Pasalnya, semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah memiliki data nasabah atau calon nasabah. Data tersebut yang diverifikasi ke Dukcapil.
"Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya," kata Zudan.
Adapun sebagai langkah pemerintah dalam menjamin keamanan NIK yang diberikan ke sektor usaha, ialah sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan/persyaratan.
Persyaratannya ialah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (Proof of Concept), menandatangani NDA (Non Disclosure Agreement) dan SPTJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data.
"Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku," kata Zudan.
Baca Juga: Akses NIK Bakal Dikenakan Tarif Rp 1.000, Bersiap!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News