kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Invasi Terus Berlanjut, Pasukan Nuklir Rusia Siaga Tinggi


Senin, 28 Februari 2022 / 11:20 WIB
Invasi Terus Berlanjut, Pasukan Nuklir Rusia Siaga Tinggi

Sumber: Axios,NBC News | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Melansir Axios, ini adalah kedua kalinya Putin menyinggung persenjataan nuklir Rusia sambil secara efektif memperingatkan Barat untuk mundur.

Dalam sebuah pernyataan pada awal invasi, Putin mengatakan siapa pun yang mencoba "menghalangi kami" akan menghadapi "konsekuensi yang belum pernah ditemui dalam sejarah."

Kecemasan akan kebuntuan antara kekuatan nuklir adalah sebagian besar alasan mengapa AS dan sekutu NATO-nya begitu bersikeras sehingga mereka tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Minggu bahwa delegasi Ukraina akan bertemu dengan delegasi Rusia untuk pembicaraan damai "tanpa prasyarat" di perbatasan antara Ukraina dan Belarus.

Pejabat AS dan Ukraina mengatakan invasi Rusia tidak akan direncanakan karena perlawanan Ukraina yang lebih kuat dari perkiraan.

Kremlin dan media pemerintah terus memberi tahu Rusia bahwa tidak ada "perang" atau "invasi" yang terjadi, tetapi sebaliknya menyatakan ada operasi pertahanan terbatas di Ukraina timur.

Protes besar di Moskow dan Sankt Peterburg, meskipun ada ancaman penangkapan massal, menunjukkan bahwa banyak orang Rusia tidak mau mendukung aksi invasi yang dilakukan.

Setelah mengancam setiap publikasi independen yang melaporkan korban atau agresi Rusia dengan sensor, pemerintah bersiap untuk menindak lebih keras warganya.

Selain itu, Kremlin juga mengumumkan bahwa pemberian bantuan apa pun kepada negara asing selama operasi militer akan dianggap pengkhianatan, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×