Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan berorientasi ekspor menanggapi kebijakan pemerintah yang mengimplementasikan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS). Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki kerja sama LCS dengan Malaysia, Thailand, Jepang, dan yang paling baru adalah China.
Direktur PT Chitose Internasional Tbk (CINT) Helina Widayani mengatakan, pihaknya masih menggunakan mata uang dollar AS untuk menyelesaikan transaksi ekspor ke negara tujuan. Penggunaan dollar AS sudah sesuai dengan permintaan dari pembeli produk milik CINT.
“Mungkin dari sisi kestabilan, nilai tukar dollar AS cukup bagus, meski bisa saja terkena dampak global dari kebijakan moneter AS,” ujar dia, Selasa (7/9).
CINT sedang menggali pasar ekspor ke Jepang dan Malaysia pada tahun ini untuk produk furniture berupa kursi piano. Kedua negara tersebut sebenarnya menjadi mitra dagang Indonesia yang terlibat dalam kerja sama implementasi penggunaan mata uang lokal untuk ekspor-impor.
Apabila kebijakan LCS ingin diterapkan, pihak CINT tentu akan melakukan pembahasan terlebih dahulu dengan pihak pelanggannya. Risiko fluktuasi nilai tukar menjadi salah satu poin yang perlu dipertimbangkan guna meminimalisisasi potensi rugi kurs.
Baca Juga: Ini dampak positif transaksi bilateral menggunakan yuan-rupiah
Sementara itu, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) menyambut positif kerja sama penggunaan mata uang lokal untuk transaksi bilateral antara Indonesia dan beberapa mitra dagang utama.
Saat ini, kontribusi penjualan ekspor furniture buatan WOOD masih didominasi ke pasar AS yakni mencapai 92% per semester I-2021. Bahkan, penjualan furnitur WOOD tumbuh 132,5% (yoy) pada semester satu lalu.
WOOD sendiri memperoleh bahan baku pembuatan furnitur dari dalam negeri. Walau begitu, ada beberapa bahan baku tambahan yang diimpor dari China, salah satu negara yang terlibat dalam kerja sama penggunaan LCS dengan Indonesia.
“Oleh karena itu, dengan kerja sama LCS ini tentunya menguntungkan bagi kami, di mana perusahaan dapat meningkatkan marjin keuntungan,” tukas Corporate Secretary & Head of Investor Relations WOOD Wendy Chandra, Selasa (7/9).
Produsen cetakan sarung tangan, PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) mengekspor produknya ke berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan China. Presiden Direktur MARK Ridwan Goh menyebut, sejauh ini pihaknya menggunakan mata uang dollar AS untuk kebutuhan transaksi ekspor.
Baca Juga: Implementasikan LCS dengan China, BI: Banyak manfaat bagi pelaku usaha
Sebab, mata uang dollar AS sudah biasa digunakan sebagai alat pembayaran transaksi internasional. Dollar AS juga dianggap cukup stabil pergerakannya dan memiliki tingkat likuiditas yang cukup baik di pasar dibandingkan mata uang global lainnya.
Terkait implementasi kebijakan LCS, Ridwan bilang bahwa kebijakan tersebut perlu pengkajian lebih lanjut sebelum benar-benar diterapkan secara luas. Asal tahu saja, ketika MARK hendak mengajukan pinjaman modal kerja ke pihak perbankan, maka pinjaman tersebut harus disesuaikan dengan mata uang penerimaan penjualan perusahaan tersebut.
Lantas, sampai saat ini pihak MARK belum menemukan pinjaman dalam bentuk mata uang asing lainnya seperti Ringgit Malaysia, Bath Thailand, ataupun Yuan China. “Kami juga memandang, apakah mata uang lokal tersebut nanti tersedia dengan mudah di perbankan kita? Jadi, masih banyak hal yang harus disosialisasikan,” ungkap Ridwan, hari ini (7/9).
Manajemen MARK tentu perlu mempelajari dan membicarakan lebih lanjut dengan pelanggan maupun supplier terkait kebijakan LCS tersebut.
Selanjutnya: Manfaat kerjasama local currency settlement antara Indonesia-China
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News