Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tampaknya serius ingin mengurangi emisi karbon. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun menjelaskan, pemerintah sudah memiliki beberapa program untuk mengurangi karbon, yang berarti juga mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil.
Arifin mengungkapkan, sejumlah program tersebut diantaranya mandatori biodiesel, co-firing PLTU, pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF), penggantian diesel dengan pembangkit listrik energi terbarukan termasuk yang berbasis hayati, pemanfaatan non listrik/non biufuel seperti briket, dan pengeringan hasil pertanian dan biogas.
Hal tersebut disampaikan oleh Arifin Tasrif saat menghadiri IRENA 11th Session Assembly pada sesi Renewables and Pathway to Carbon Neutrality – Innovation, Green Hydrogen and Socioeconomic Policies yang berlangsung secara virtual Rabu (20/1).
Arifin menjabarkan, biodiesel memiliki peran penting dalam mendukung ketahanan energi nasional. Pemerintah pun telah menyusun rencana strategis pengembangan biodiesel dengan melanjutkan program B30 yang akan dimonitor dan dievaluasi secara berkala, memfasilitasi kemungkinan terjadinya debottlenecking, meningkatkan infrastruktur pendukung serta memastikan insentif tetap berjalan.
Baca Juga: Komisi IV DPR: Perlu alokasi anggaran peremajaan sawit rakyat ditingkatkan
“Sementara dalam implementasi program B40 dan B50, saat ini sedang dalam tahap pengkajian komprehensif mengenai komposisi campurannya, evaluasi ekonomi yang juga mencakup kesiapan, bahan baku dan infrastruktur pendukungnya. Uji jalan B40 akan dilanjutkan dengan uji coba pada pembangkit listrik tenaga diesel yang sudah ada,” ujar Arifin lewat keterangan tertulis, Kamis (21/1).
Arifin juga menegaskan bahwa upaya peningkatan penyediaan bahan baku biodiesel yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan dengan meminimalkan pembukaan lahan/hutan, serta terus berupaya mengembangkan berbagai bahan baku dari sumber daya alam domestik lainnya sebagai pengganti kelapa sawit.
“Kementerian ESDM bekerja sama dengan stakeholders terkait untuk menggunakan lahan reklamasi/pasca tambang dan mengupayakan tanaman yang cocok berdasarkan kondisi lahan dan iklim,” tandas Arifin.
Lebih lanjut, Pemerintah bersama BUMN (Pertamina) tengah mengembangkan Green Refineries untuk memproduksi Green Diesel, Green Gasoline dan Green Avtur. Arifin menuturkan pada Juli 2020 lalu Pertamina telah memproduksi D100 di kilang yang terletak di Sumatra dengan kapasitas awal 1.000 barel per hari.
Di sisi lain, Pemerintah akan menyiapkan dukungan regulasi, insentif dan infrastruktur pendukung, termasuk mendorong pengembangan industri pendukung. Di samping pengembangan CPO Hidrogenasi; Demo Pabrik Mandiri Diesel Hijau juga tengah dalam tahap pengembangan yang diharapkan dapat diuji coba dan diuji produknya pada Desember 2021 mendatang.
Baca Juga: Tahun ini, Kementerian ESDM memproyeksi kebutuhan BBM non subsidi capai 48,97 juta kl
Adapun, IRENA merupakan badan internasional yang berupaya untuk melaksanakan mitigasi perubahan iklim melalui pemanfaatan energi yang ramah lingkungan. Tujuan pendirian IRENA untuk membantu pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan secara luas melalui kegiatan-kegiatan yang konkrit.
Indonesia telah secara resmi ditetapkan menjadi anggota IRENA pada tanggal 7 September 2014 setelah sebelumnya meratifikasi Statuta IRENA melalui Peraturan Presiden RI Nomor 62 Tahun 2014 tentang Pengesahan Statute of the International Renewable Energy Agency (Statuta Badan Energi Terbarukan Internasional).
Keanggotaan Indonesia pada IRENA dapat mendukung upaya Pemerintah dalam pengembangan EBTKE sesuai target pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang telah ditetapkan.
Selanjutnya: Pertamina belum akan bangun Kilang Bontang meski masuk proyek strategis nasional
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News