kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini kata IMA dan AP3I terkait pembanguna smelter tembaga baru


Sabtu, 28 November 2020 / 09:00 WIB
Ini kata IMA dan AP3I terkait pembanguna smelter tembaga baru

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id, saat ini pemerintah bersama PTFI sedang melakukan pembahasan terkait pembangunan smelter tembaga. Satu opsi di antaranya ialah dengan melakukan pemangkasan kapasitas menjadi 1,7 juta ton dari rencana sebelumnya sebesar 2 juta ton. 

Sejatinya, kapasitas smelter yang dibutuhkan sebesar 2 juta ton, untuk menampung konsentrat tembaga yang diproduksi PTFI supaya bisa diolah seluruhnya di dalam negeri.

Dengan mempertimbangkan keekonomian proyek, pemerintah dan PTFI pun membahas opsi untuk membagi kapasitas, yakni 1,7 juta ton untuk smelter baru. Sedangkan 300.000 ton sisanya diisi melalui pengembangan smelter eksisting di PT Smelting.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso menilai, langkah tersebut bisa saja menurunkan belanja modal (capex) sehingga proyek bisa lebih efisien. Alhasil, proyek bisa lebih kompetitif dengan mengoptimalkan skala kapasitas yang ada.

"Ekspansi 300.000 ton konsentrat kapasitas di PT Smelting dan pembangunan pemurnian di Gresik adalah win win solution," kata Prihadi.

Menurut Prihadi, pembangunan smelter sebagai peningkatan nilai tambah di dalam negeri memang mutlak diperlukan. Namun, pemenuhan kewajiban tersebut semestinya bisa dicapai melalui tiga cara. Pertama, melakukan ekspansi terhadap smelter eksisting. Kedua, membangun smelter baru. Ketiga, mengakuisisi smelter yang sudah beroperasi.

"Asalkan (ketiga cara di atas) tidak menambah beban negara, malah harus meningkatkan PNBP negara," ungkap Prihadi.

Baca Juga: Freeport evaluasi nilai investasi proyek smelter, ini alasannya

Dia menilai, pembangunan smelter baru PTFI semestinya juga mempertimbangkan faktor lokasi agar lebih efisien, sehingga aspek keekonomian proyek bisa meningkat. Pemilihan lokasi seharusnya mempertimbangkan kesiapan infrastruktur pendukung agar bisa menekan capex serta memangkas waktu konstruksi.

Apalagi, jika lokasi tersebut bisa terintegrasi atau lebih dekat dengan kawasan yang bisa menyerap produk turunan dari smelter tersebut.  "Pemilihan lokasi 1,7 juta ton (smelter baru) kalau tidak diperhitungkan dengan cermat bisa membawa petaka. Lebih efisien lagi jika 1,7 juta ton (dibangun) di lahan Petrokimia, karena lahan dan infrastruktur 60% sudah siap," sebut Prihadi.

Yang pasti, dia meminta agar proses pengolahan logam berharga atau smelter Precious Metal Refinery (PMR) Freeport Indonesia bisa segera terbangun. "Yang harus dibangun adalah PMR yang bisa selesai 1,5 tahun. Mempercepat processing dalam negeri produk mineral berharga emas, perak, selenium, paladium yang nilai tambahnya bisa dimanufaktur di dalam negeri," terang Prihadi.



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×