Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
Gulat mengungkapkan urusan biosolar juga begitu. Mobil angkutan TBS petani tidak boleh memakai biosolar, ini hampir berlaku disemua SPBU di 22 Provinsi Apkasindo.
Padahal yang membayar selisih harga solar dengan CPO tersebut adalah duit PE juga, yang notabene merupakan uang pekebun sawit rakyat juga.
“Sekali lagi saya sampaikan kami bangga, sebagai garda terdepan stabilisator perekonomian negara ini. Tapi ya sesekali yang prinsip-prinsip diperhatikanlah kami petani sawit ini,” ujar Gulat.
Namun demikian, Gulat menyebut, Apkasindo sebagai petani sawit mengambil hikmahnya saja. Ia mengatakan, sejak 2016 dana sarana prasarana sebanyak ratusan miliar dari BPDPKS masih belum pernah termanfaatkan oleh petani kelapa sawit.
Sebab itu, Apkasindo akan menuntut hak di BPDPKS supaya khusus pupuk dimasukkan dalam komponen yang disubsidi oleh BPDPKS. Tidak ada pilihan lain karena biaya pupuk dan pemupukan di perkebunan sawit mencapai 60% dari total biaya produksi.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Sebut Bahan Baku Pupuk Masih Terjaga
“Jika kondisi pupuk mahal ini tidak teratasi maka petani sawit se Indonesia akan enggan memupuk, dampaknya adalah produksi TBS kami akan anjlok dan semua akan dirugikan jadinya,” ungkap Gulat.
Gulat menuturkan, petani sawit tidak manja. Akan tetapi faktanya sampai sekarang banyak sekali persoalan yang sebenarnya mudah menjadi sulit. Seperti kebun petani sawit masih terus-terusan diklaim dalam kawasan hutan, padahal UU Cipta Kerja sudah 1,5 tahun berlalu.
“Saya mewakili teman-teman petani sawit dari Sabang-Merauke memaklumi bahwa keuangan negara saat ini sedang sulit, semua negara mengalami hal yang sama, namun Petani sawit juga warga negara Republik Indonesia, berharap mendapat hak yang sama untuk keadilan berbangsa dan bernegara ini, dan harapan kami petani sawit saat ini hanya di BPDPKS, gak ada pilihan lain,” jelas Gulat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News