kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini jurus perbankan bank menjaga kredit berisiko


Rabu, 23 Juni 2021 / 09:15 WIB
Ini jurus perbankan bank menjaga kredit berisiko

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tetap melakukan pencadangan mengantisipasi restrukturisasi dan kredit yang tergolong loan at risk (LAR). Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan melakukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) senilai Rp 73,11 triliun per April 2021.  

LAR merupakan indikator risiko atas kredit yang disalurkan yang terdiri atas kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

“NPL kita hanya Rp 29,08 triliun, artinya kita mencadangkan 2,5 kali dari NPL atau 251,39% pencadangan terhadap NPL. Sebesar itu, karena di portofolio kita masih banyak yang kira-kira masih berisiko atau LAR,” ujar Sunarso pada pekan lalu. 

Baca Juga: Kredit kendaraan bermotor mulai melaju, begini kata bankir

Ia melanjutkan, sisa CKPN senilai Rp 44,03 triliun akan digunakan untuk pencadangan LAR sebesar Rp 256,62 triliun atau memiliki coverage 19%. Maka, BRI harus menjaga agar kredit yang tergolong LAR menjadi NPL lewat dari 19%. 

“Bila lebih dari itu, kami harus mencadangkan lagi. Makanya sekarang setiap tahun ada laba, tidak diambil semua tapi dicadangkan. Kita masih mau menaikan pencadangan lagi. Kita mau lihat kalau Covid-19 tidak selesai, kita terus lakukan pencadangan,” tambahnya. 

Pencadangan ini dilakukan untuk mengantisipasi risiko NPL di kemudian hari. Sunarso bilang bila kualitas kredit bisa terjaga dengan baik, maka pencadangan ini bisa diambil lagi sebagai laba persero. 

Asal tahu saja, BRI telah restrukturisasi kredit terdampak pandemi Covid-19 mencapai Rp 227 triliun hingga April 2021 sejak pandemi. Kendati demikian, Sunarso menyatakan nilai itu semakin turun, lantaran yang masih berstatus restrukturisasi tinggal Rp 185,29 triliun. 

“Artinya, ada Rp 41,7 triliun yang sudah selesai dalam artian Rp 38,07 triliun setara 91% dilakukan pembayaran oleh nasabah. Sedangkan yang dilakukan hapus buku hanya sebesar Rp 771 miliar atau 1,8%,” papar Sunarso.

Baca Juga: Penjualan produk asuransi jiwa tradisional kian ramai

Lanjut Ia, dari restrukturisasi yang rampung itu, ada beberapa nasabah yang melunasi kreditnya sebesar R 10,9 triliun. Ada juga yang membayar kewajibannya setelah mendapatkan keringanan senilai Rp 12 triliun.

“Ada yang lunas lalu hidup lagi normal dan meminta kredit baru, itu Rp 15,05 triliun. Saya pikir angka RP 38,07 triliun ini adalah berita baik. Lantaran dari restrukturisasi yang kita lakukan ada yang bisa melunasi dan melanjutkan kredit,” pungkas Sunarso.

Adapun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah melakukan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 senilai Rp 123 triliun sejak awal pandemi hingga Mei 2021. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan restrukturisasi itu berasal dari 187.726 debitur. 

“Sedangkan per Mei 2021, outstanding restrukturisasi turun mencapai Rp 82 triliun. Jadi restrukturisasi itu terbagi pada debitur UMKM senilai Rp 35 triliun kepada 121.881 debitur. Posisi outstanding-nya per Mei 2021 Rp 21,12 triliun,” ujar Royke.

Sedangkan kredit non UMKM yang direstrukturisasi mencapai Rp 87,68 triliun kepada 74.000. Dengan outstanding saat ini mencapai Rp 61,1 triliun. Ia bilang upaya restrukturisasi yang telah dilakukan persero telah memberikan dampak positif bagi penerima relaksasi. 

Outstanding restrukturisasi saat ini mencapai Rp 82 triliun, paling banyak di sektor perhotelan, restoran, dan perdagangan menyumbang 27,3%. Karena sektor tersebut paling terdampak pandemi. Lalu konstruksi 14,9% karena melambatnya pertumbuhan proyek di saat pandemi sehingga kemampuan bayar menurun,” jelasnya. 

Royke menyebut penurunan outstanding restrukturisasi sektor UMKM dari Rp 27,98 triliun hingga saat ini hanya Rp 21,1 triliun. Ia bilang dari April ke Mei 2021, menurutnya outstanding debitur UMKM lantaran adanya perbaikan profil debitur yang menerima restrukturisasi. 

Baca Juga: Mandiri Sekuritas dorong investasi untuk bangkitkan ekonomi Indonesia melalui SBR010

Ia menyatakan baki debit loan at risk (LAR) BNI pun ikut meningkat. Hingga Mei 2021 kredit yang tergolong LAR mencapai Rp 147,33 triliun. Namun, BNI sudah membentuk tim khusus LAR sehingga bank tetap bisa menyalurkan kredit baru dengan kehati-hatian. 

Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan terdapat Rp 56,67 triliun kredit yang telah direstrukturisasi. Sebanyak 69,5% merupakan kredit konsumer KPR, 16,6% dari kredit komersial atau konstruksi, korporasi 6,8%, syariah 6,7%, dan UMKM sebanyak 0,4%. Restrukturisasi itu diberikan kepada 337.169 debitur. 

“Proyeksi kami terhadap kredit yang kami restrukturisasi, dari Rp 56,67 triliun itu kurang lebih 93,43% tergolong low risk. Dalam kolektibilitas  2 atau ringan itu 9%, medium risk 3,53% dan high risk 4,03%. Upaya kami untuk pelunasan, maka kurang lebih akhir 2021, harapannya kredit yang restrukturisasi tinggal Rp 31,8 triliun,” papar Haru. 

Ia merinci, terdapat kredit yang turun dari kurang lancar ke NPL senilai Rp 2,33 triliun. Perpanjangan restrukturisasi sebesar Rp 6,99 triliun. Kembali normal atau lancar Rp 20,77 triliun. Sedangkan tambahan restrukturisasi baru sebesar Rp 3 triliun dan pelunasan Rp 75 miliar. 

Selanjutnya: BNI catat 12.000 pembukaan rekening baru via mobile banking per bulan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×