kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini catatan MTI terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung


Senin, 11 Oktober 2021 / 10:25 WIB
Ini catatan MTI terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyoroti perubahan sikap pemerintah di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Semula, pemerintah menggembar-gemborkan bahwa proyek KCJB akan didanai lewat business to business. Kini, APBN akan dikucurkan untuk mendanai proyek ambisius ini.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno berpandangan bahwa proyek KCJB bernasib mirip dengan proyek LRT Jabodetabek. Dengan kontraktor yang mengalami kesulitan keuangan, pendanaan proyek akhirnya banyak bergantung pada PT KAI, yang mana pemerintah harus memberikan bantuan dengan menggelontorkan APBN lewat Penyertaan Modal Negara (PMN).

Djoko mengingatkan bahwa membangun infrastruktur perkeretaapian tak semudah membangun infrastruktur jalan raya seperti jalan tol. Hal ini yang menyebabkan banyak investor swasta lebih tertarik membangun jalan tol.

"Sekarang manajemen operasionalnya diserahkan ke PT KAI juga akhirnya. Membangun jalan rel itu membangun sistem secara menyeluruh, termasuk teknologinya juga harus diperhitungkan," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (10/10).

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal MTI Harya Setyaka Dillon memahami bahwa kondisi pandemi covid-19 semakin menempatkan pemerintah dan konsorsium kereta cepat pada posisi yang sulit. "Kenyataannya kondisi pandemi tidak ideal, jadi ketimbang mangkrak, solusi tersebut (penggunaan APBN) masuk akal," ungkap Harya.

Baca Juga: Ini kata pengamat terkait percepatan proyek kereta cepat jakarta-Bandung

Di sisi lain, meski memakai APBN, Harya menegaskan bahwa nantinya tarif tiket KCJB tetap harus kompetitif terhadap moda alternatif lain. Yakni angkutan travel Jakarta-Bandung, bus antar kota, maupun biaya perjalanan angkutan pribadi yang memperhitungkan tarif toll dan biaya BBM.

"Ketimbang subsidi KCJB, saya pikir lebih bijak menaikkan tarif tol khusus untuk golongan 1. Sekaligus sebagai instrumen mengurangi kemacetan di Kota Bandung akibat mobil dari Jakarta," sebut Harya.

Yang tak kalah penting, sambungnya, adalah konektifitas kereta cepat dengan pusat-pusat aktivitas di Kota Bandung. Pemerintah juga dinilai perlu segera melengkapi KCJB dengan elektrifikasi Kereta Api Padalarang-Bandung dan juga menghubungkan stasiunTegalluar dan pusat kota Bandung menggunakan angkutan umum massal.

"Proyek pembangunan (KCJB) sudah berjalan. Kita tidak mungkin berjalan mundur," pungkas Harya.

Asal tahu saja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) siap dikucurkan untuk mendanai proyek KCJB. APBN akan diberikan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) alias PT KAI yang sekarang menjadi pimpinan BUMN dalam konsorsium proyek kereta cepat.

Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merevisi Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Ada sejumlah perubahan menonjol dalam beleid yang diteken Presiden Joko Widodo pada 6 Oktober 2021 ini.

Pertama, pemerintah menugaskan kepada konsorsium BUMN untuk percepatan prasarana dan sarana kereta cepat. Perusahaan plat merah yang tergabung dalam konsorsium tersebut adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT PT Kereta Api Indonesia (Persero) alias PT KAI, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN VIII.

Dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015, WIKA ditunjuk sebagai pimpinan konsorsium BUMN. Sedangkan di dalam beleid yang baru, posisi WIKA digantikan oleh PT KAI. Kedua, Perpres Nomor 93 Tahun 2021 ini membentuk Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yakni Luhut Binsar Pandjaitan. Anggota dari komite ini adalah Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan.

Ketiga, dari sisi pendanaan, Perpres Nomor 107 Tahun 2015 menegaskan pendanaan untuk proyek kereta cepat terdiri dari (1) penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan, (2) pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan, dan (3) pendanaan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Namun pada Perpres terbaru, pendanaan lainnya itu telah dipertegas, dapat berupa pembiayaan dari APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pembiayaan dari APBN berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium BUMN, dan/atau pinjaman kewajiban pimpinan konsorsium BUMN.

Juru Bicara Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengungkapkan bahwa penggunaan dana APBN ini mempertimbangkan kondisi BUMN yang menjadi sponsor kereta cepat, yang mana sedang mengalami kesulitan finansial sebagai dampak dari pandemi covid-19. Alhasil, untuk menutupi kekurangan setoran modal diusulkan dari PMN.

Perpres baru pun telah mengatur pemberian PMN kepada KAI sebagai leading sponsor BUMN yang menggantikan peran WIKA. PMN dikucurkan untuk menutupi kekurangan setoran modal konsorsium BUMN dengan jumlah sekitar Rp 4,3 triliun.

Adapun untuk menggarap proyek ini, telah didirikan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pada Oktober 2015 lalu. KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd, dengan skema business to business (B2B).

Sebelum pergantian pimpinan konsorsium dari WIKA ke PT KAI, komposisi sahamnya adalah WIKA menjadi mayoritas dengan 38%, Jasa Marga 12%, KAI 25%, dan PTPN VIII 25%.  Sayangnya, Jodi belum merinci komposisi terbaru dari konsorsium BUMN di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini.

Yang pasti, porsi kepemilikan BUMN Indonesia (PT PSBI) masih tetap mayoritas dengan 60%, dan 40% sisanya dimiliki Beijing Yawan. Jodi pun menekankan bahwa target operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung masih sesuai jadwal, yakni pada akhir 2022 atau awal 2023.

"Kepemilikan masing-masing BUMN Indonesia setelah PMN sedang dilakukan perhitungan finalnya, yang akan merefleksikan komposisi kepemilikan saham masing-masing BUMN di PSBI," kata Jodi kepada Kontan.co.id, Minggu (10/10).

Selanjutnya: Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kini bisa didanai APBN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×