Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) makin ketat mengatur sektor fintech lending. Yang terbaru, OJK merilis aturan untuk mencegah fintech menjadi tempat pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 6/SEOJK.05/2021 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Aturan ini ditandatangani Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank OJK Riswinandi dan berlaku mulai 29 Januari 2021. Beleid tersebut berisi 108 halaman yang memuat sembilan poin penting, diantaranya mengenai program anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Baca Juga: OVO lanjutkan pengembangan produk asuransi dan investasi dalam platform
Selanjutnya, pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris untuk menjelaskan terkait mekanisme dan tata cara pengawasan. Berikutnya, kebijakan dan prosedur melalui identifikasi dan verifikasi calon nasabah, pengelolaan risiko, pemeliharaan data dan pelaporan kepada PPATK.
"Kemudian pelaporan serta penjelasan mengenai mekanisme pelaporan untuk program penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme kepada OJK dan PPATK," tulis beleid itu, mengutip keterangan resmi OJK, Jumat (29/1).
Melalui beleid tersebut, OJK mengungkapkan alasan kenapa aturan ini hadir. Menurut OJK, layanan fintech sangat rentan digunakan sebagai sarana pencucian uang, pendanaan terorisme dan pendanaan senjata pemusnah massal.
Baca Juga: Tahun ini, LinkAja fokus perkuat ekosistem pembayaran digital
"Semakin komplek produk layanan, serta meningkatnya pengguna teknologi informasi di industri jasa keuangan, mengakibatkan semakin tinggi risiko fintech digunakan sebagai sarana pencucian uang," terang aturan tersebut.