Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
Misalnya, bila terjadi gagal panen, pemerintah bisa meyakinkan petani bahwa hasil panen tersebut masih bisa dibawa ke pabrik untuk diolah atau meyakinkan petani supaya hasil cabai yang diproduksi tidak dijual dengan harga tinggi.
"Ini sebenarnya bisa diantisipasi. Karenanya ke depan, diharapkan jauh lebih efektif. Tidak hanya 3 bulan ke depan, tetapi setahun ke depan sudah dipetakan berapa kira-kira jumlah konsumsi, berapa jumlah produksi. Produksinya yang kurang di wilayah mana itu yang dipush, diberi stimulus agar mereka bisa tetap tanam," katanya.
Sementara iitu, Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto mengatakan bahwa produksi cabai mengalami penurunan karena intensitas hujan yang tinggi. Dia pun berpendapat pada akhir Januari produksi cabai akan mulai banyak dan harga mulai mengalami penurunan di tingkat petani.
Baca Juga: Petani milenial Cilacap panen 40 ton cabai merah
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan komisi IV DPR pada Rabu (13/1), Prihasto pun menjelaskan beberapa alasan mengapa harga cabai melonjak. Dia mengatakan dari hasil identifikasi di lapangan, beberapa sentra produksi mengalami banjir lantaran musim hujan akibat dampak la nina.
"Kami juga sudah berkunjung ke sentra-sentra tersebut, jadi proses pemasakan buah menjadi lebih lama dan terganggunya jadwal petik," katanya.
Dia juga menyebut faktor lainnya adalah adanya serangan OPT serta petani yang menunda jadwal petik karena adanya libur yang cukup panjang pada natal dan tahun baru.
Adapun berdasarkan data Prognosa Ketersediaan dan kebutuhan Pangan Strategis Nasional pada Januari hingga Maret 2021, Kementan memperkirakan kebutuhan cabai besar sekitar 250.097 ton sementara akan ada produksi sebesar 331.087 ton, sementara kebutuhan cabai rawit hingga Maret 225.017 ton dengan produksi sebesar 291.347 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News