Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Trimegah Bangun Persada, holding dari Harita Nickel berencana akan melantai di bursa atau Initial Public Offering (IPO) dalam waktu dekat. Jika tidak ada aral-melintang, hajatan menjaring dana publik ini akan dilaksanakan pada kuartal II 2023.
Rencananya, dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.
Lebih jelasnya, Trimegah Bangun Persada akan menggunakan dana publik untuk penyelesaian pembangunan smelter nikel HPAL kedua di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Roy A Arfandy, Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada menjelaskan, saat ini pihaknya mengoperasikan satu pabrik HPAL yang memproduksi mix hydroxide precipitate (MHP) berkapasitas 40.000 ton per tahun. Pada April nanti, dia berharap kapasitas produksi akan naik menjadi 60.000 ton per tahun.
Baca Juga: Harita Nickel Geber Proyek Smelter, Soal Slag Nikel Masih Jadi Fokus Utama
Sebagai informasi, MHP yaitu campuran padatan hidroksida dari nikel dan cobalt. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Melihat prospek baterai listrik yang menjanjikan ke depannya, Trimegah Bangun Persada sedang membangun pabrik HPAL kedua di lokasi yang sama, di Pulau Obi. Smelter anyar ini akan mengoperasikan tiga lini produksi berkapasitas 60.000 ton per tahun.
“Kami berharap, dengan beroperasinya smelter HPAL kedua di tahun depan, total kapasitas kami mencapai 120.000 ton,” terangnya dalam acara di Jakarta, Rabu (8/3).
Roy menjelaskan lebih lanjut, sumber dana investasi pabrik ini sebagian bersumber dari dana patungan dengan partner China. Kemudian dana hasil IPO akan dialokasikan untuk menyelesaikan pembangunan. “Jika ada kurang-kurang kami akan penuhi dari pinjaman bank,” terangnya.
Roy menceritakan, pembangunan smelter HPAL kerap kali mengalami kendala pendanaan dari perbankan, khususnya saat awal pengembangan smelter. Maka itu, dia berharap adanya dukungan pemerintah dalam mengatasi masalah pendanaan Ini.
"Setengah mati cari pinjaman. pabrik MHP kami investasinya besar US$ 1,2 miliar. Untuk pendanaan memang perlu dibantu. Bank pemerintah banyak menahan untuk pendanaan karena masalah sumber listrik, terkhusus dari batubara,” kata dia.
Roy memaparkan, waktu mulai membangun smelter, saat kondisi masih tanah lapang (greenfield), pihaknya harus rela menggunakan dana dari internal perusahaan. Namun setelah proses pembangunan setengah jadi, perbankan baru berminat masuk.
Baca Juga: Harita Nickel selesaikan vaksinasi gotong royong 6.000 karyawan di Pulau Obi
“Awalnya pasti susah. Sekarang sudah mulai banyak. Malah ada bank yang tanya apakah akan ada proyek HPAL kedua,” ungkapnya.
Sejatinya saat ini pemerintah melalui Kementerian ESDM mendukung penuh pembangunan smelter HPAL karena Indonesia perlu mendorong produksi Nickel Matte untk kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News